OLEH H.AHDIAT GAZALI RAHMAN
MEMERHATI SOSIAL POLITIK DAN KETUA DEWAN GURU KAB.HSU
Di Negara Indonesia tercinta ini setiap lima (5) tahun sekali dilakukan pemilihan pemimpin atau yang biasa kita sebut Pemilihan Presiden, sebelum terjadi Reformasi pemilhan hanya dilakukan oleh lembaga yang mewakili masyarakat yakni oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), setelah ada reformasi dan perubahan pada UUD 1945, sehingga meng eleminir hak Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) dalam memilih Presiden sebagaimana tertuang dalam Pasal 6A ayat (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat’
Ini merupakan hasil Pergolakan politik yang terjadi selama tahun 2000 hingga 2001 memaksa Gus Dur meletakkan jabatannya. Selanjutnya Megawati menjabat presiden kelima Indonesia. Di masa Megawatilah kemudian dirintis pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahun 2004 untuk pertama kalinya Indonesia menggelar pilpres secara langsung. Susilo Bambang Yudhoyono adalah tokoh pertama yang terpilih sebagai presiden yang dipilih secara langsung. Yudhoyono kembali terpilih sebagai presiden dalam pilpres secara langsung tahun 2009.
Pemimpin Menurut Islam.
Siapa pemimpin menurut Islam, adalah tokoh punya Karakteristik yang mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi pemimpin tampak dalam tingkah laku yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat men dalam bahwa apa yang dilakukannya merupakan bagian dari ibadah kepada Allah. Pemimpin merupakan suatu panggilan yang sangat mulia dan perintah dari Allah yang menempatkan dirinya sebagai makhluk pilihan sehingga tumbuh dalam dirinya kehati-hatian, menghargai waktu, hemat, produktif, dan memperlebar sifat kasih sayang sesama manusia.
Solidaritas kelompok sebagai dasar kehidupan yang dilandasi oleh iman dan akhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw, dapat mem berikan implikasi terhadap tatanan kerja sama kemanusiaan (ta’âwun al-ihsan). Apabila teori tersebut dihubungkan dengan kegiatan kepemim pinan, maka akan dapat mendorong masyarakat untuk bersatu dan aktif partisipatif dalam proses pembangunan di semua sektor kehidupan.
Motivasi seseorang untuk ambil bagian dalam suatu proses untuk menjadi pemipinan sangat beragam sebagaimana halnya motivasi seseorang untuk melaksanakan ibadah, seperti salat, puasa, dan lain sebagainya. Keragaman motivasi atau latar belakang niat seseorang dalam bertindak adalah suatu hal yang tidak terelakan dan secara hukum tidak perlu diper salahkan. Semua motivasi itu dibenarkan, hanya saja kualitas partisipasi yang terbaik dan tertinggi, dalam pandangan agama Islam adalah karena Allah swt. Oleh karena itu, masalah partisipasi tokoh masyarakat dalam perhelatan pemilihan kepala daerah baik presiden, gubernur, bupati maupun wali kota pun demikian. Motivasi partisipasi itu harus diciptakan. Menurut Abdurrahman bin Abd al Salam al Syafi’i dalam kitab Nuzhat al Majalis wa Muntakhab al Nafais bahwa motivasi seseorang untuk melak sanakan kepemimpinan sebagaimana juga melaksanakan ibadah selalu beragam. Minimal ada tiga motivasi utama: Motivasi ekonomi, yakni ingin mendapat imbalan material yang bernilai; Motivasi “takut” mendapat ancaman “akhirat” dan ingin “surga”; dan motivasi ikhlas atas landasan iman tauhid yang amat murni; lillahi ta’ala.
Karekter Yang diharapkan.
Karakter yang harus dimiliki dalam sebuah kepemimpinan adalah: Pertama, Shidiq (jujur). Seorang pemimpin wajib berlaku jujur dalam melaksanakan tugasnya. Jujur dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mengada-ngada fakta, tidak bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya. Mengapa harus jujur? Karena berbagai tindakan tidak jujur selain merupakan perbuatan yang jelas-jelas berdosa, jika biasa dilakukan, juga akan mewarnai dan berpengaruh negatif pada kehidupan pribadi dan keluarga pemimpin itu sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, sikap dan tindakan yang seperti itu akan mewarnai dan mempeng aruhi kehidupan bermasyarakat. Masyarakat akan mengikuti apa yang telah dilakukan oleh para pemimpinnya, memimpn yang suka berbohong akan melahirkan masyarakat pembohong.
Kedua, Amanah (tanggung jawab). Setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau jabatan yang telah dipilihnya tersebut.Tanggungjawab disini artinya, mau dan mampu menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis ter beban di pundaknya. Dalam pandangan Islam, setiap pekerjaan manusia adalah mulia. Pemimpin merupakan suatu tugas mulia, lantaran tugasnya antara lain memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat akan barang dan atau jasa untuk kepentingan hidup dan kehidupannya. Men jaga segala macam sumber daya yang dimiliki dapat digunakan untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk pribadi, keluarga, kelompok atau untuk golongan tertantu.
Ketiga, tidak menipu. Pemimpin hendaknya menghindari penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah polah manusia lainnya. Setiap sumpah yang keluar dan mulut manusia harus dengan nama Allah. Jika sudah dengan nama Allah, maka harus benar dan jujur. Jika tidak henar, maka akibatnya sangatlah fatal. Oleh sehab itu, Rasulululah saw selalu memperingatkan kepada para pemimpin untuk tidak mengobral janji atau berpromosi secara berlebihan yang cenderung mengada-ngada, semata-mata agar terpilih. Pemimpin yang terpilih karena kerena menipu rakyatnya , rakyat akan melakukan suatu perlawanan, dan ini sudah banyak terjadi dengan terpaksa pemimpin harus turun tahta,karena masyarakat murka, karena pemimpin nya dusta.
Keempat, menepati janji. Seorang pemimpin juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada rakayat terlebih lagi janji pada Allah tentu saja, harus ditepati, sebab janjinya kepada Allah swt adalah wajib dan berdampak mendapat dosa. Janji yang harus ditepati oleh para pemimpin. Adalah Janji yang telah disampaikan ketika mereka menadi calon pemimpin yang biasa terdapat dalam Visi dan Misi yang mereka buat menjadi dasar dalam bertindak. Visi dan Misi yang mereka buat bukan hanya sebuah cita-cita hampa tanpa makna, tapi merupakan jalan petunjuk yang akan mereka laksanakan, maka jika ada pemimpin setelah terpilih tapi tidak menjalankan Visi dan Misi, maka rakyatnya dapat me lakukan pemberhatian pada Pemimpinnya atau disebut dalam hokum tata Negara kita Pamakjulan sebagaimana bunyi Pasal 7 A. Presiden dan/ atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggara hokum berupa peng khianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Realiita.
Sementara dinegeri ini, apa yang kita alami selama ini, proses demokrasi untuk mengahasilkan pemimpin dinodai dengan pelanggaran etika, bahkan nyaris, setiap orang –calon pemimpin maupun pemilih– tidak mampu lagi membedakan barang yang halal dan yang haram, di mana keadaan ini sesungguhnya sudah disinyalir akan terjadi oleh Rasulullah saw, sebagaimana dinyatakan dalam hadisnya. BUkhari Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, bersabda: “Akan datang pada manusia suatu zaman yang seseorang tidak memperhatikan apakah yang diambilnya itu dan barang yang halal atau haram.” Ini selaras denagan KPK Data yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, meng atakan ada 429 kepala daerah hasil Pilkada yang terjerat kasus korupsi. Ghufron meng ingatkan para kepala daerah yang terbaru berhati-hati."Hingga saat ini telah terdapat 429 kepala daerah hasil Pilkada yang tertangkap melakukan korupsi," ucap Ghufron dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (18/3/2021). Namun, dia tak menjelaskan detail apakah kasus ke-429 kepala daerah ditangani oleh KPK seluruhnya atau ada juga oleh penegak hukum lainnya. Ini bertnada dalam pemilihan pemimpin oleh Bangsa kita yang mayoritas muslim masih perlu perhatian. Apakah sudah sesuai dengan ajaran Agama atau hanya sesuai selera.
Pertama, tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin bagi orang-orang muslim karena bagaimanapun akan mempengaruhi kualitas keberagamaan rakyat yang dipimpinnya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an; Surat An-Nisaa: 144.
Kedua, tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan Agama Islam, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Maidah: 57.
Ketiga, pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya, pemberian tugas atau wewenang kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan rusaknya pekerjaan bahkan organisasi yang menaunginya. Sebagaimana Sabda Rasulullah sa. “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhori dan Muslim).
Keempat, pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai dan dicintai umatnya, mendoakan dan didoakan oleh umatnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw. “Sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR Muslim).
Kelima, pemimpin harus mengutamakan, membela dan mendahulukan kepentingan umat, menegakkan keadilan, melaksanakan syari’at, berjuang menghilangkan segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, sebagaimana Firman Allah SWT. Dalam Alquran, Surat Al-Maidah: 8. Keenam, pemimpin harus memiliki bayangan sifat-sifat Allah swt yang terkumpul dalam Asmaul Husna dan sifat-sifat Rasul-rasul-Nya.
Sebagaimana Sabda Rasulullah saw. “Sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR Muslim)