Oleh H. Ahdiat Gazali Rahman
Ketua PoskoBantuan Hukum LKBH UML
Kabupaten Hulu Sungai Utara
Setelah kita merdeka para tokoh pendiri negari ini sangat sadar, tentang keadaan negeri kita yang terdiri dari beberapa pulau, terpisah oleh laut dan sungai, dan merupakan kumpulan dari beberapa kerajaan, sehingga pendiri bangsa ini mencita-citakan agar negeri ini benbentuk republik, bukan kerajaan, hal ini juga menjadi, harapkan semua warga Negara yang berasal dari beberapa kerajaan dengan status yang berbeda dapat menjadi satu persatuan yang kokoh dibawah satu bendera merah putih, dengan sebutan Negara Indonesia, walaupun sebelumnya disebut Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau-pulan dan puluhan Kerajaan, tak ada warga Negara yang merasa lebih tinggi, dengan kata lain seluruh anak negeri dan para pendirinya ber juang menghilangkan berbagai kasta yang mungkin akan ada setelah kita merdeka. Para tokoh kerajaan dengan rela hati melepaskan status mereka, mereka menjadi warga Negara Indonesia, bukan lagi anak raja, yang sangat berkuasa, kedudukan mereka dimata hokum Negara sama, hal ini sejalan dengan lahirnya Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan K e r a k y a t a n y a n g d i p i m p i n o l e h h i k m a t k e b i j a k s a n a a n d a l a m Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan tentang kebersamaan ini dapat kita lihat dibeberapa pasal diantaranya BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN Pasal 1 ayat (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. (2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Per musyawaratan Rakyat. Pasal 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Realitas Peran Para Ellet.
Memang sejak tahun 1945 tepatnya sejak kita merdeka, mereka yang berkuasa terkadang terbawa arus nafsu untuk melakukan sebuah niat yang melahikan rencana, kebijakan, bahkan melakukan suatu yang di anggab bertentantangan dengan Pancasila dan Melanggar UUD 1945, sebagai mana yang dilakukan oleh Presedin Soekarno berniat menjadikan dirinya untuk menjadi Presedin seumur hidup, hal ini tertantu bertentangan UUD 1945 khususnya Pasal (7) Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Karena kurang jelas berapa kali boleh dipilih apakah setiap kali pemilhan Presedin boleh Ikut, sehingga beliau meninggal, baru calon lain yang boleh muncul, apa arti pengkadaran ? dan lain hal yang harus diperhatikan, sehingga mendatangkan kebosanan bagi sebagian warga, maka pada tahun 1966 beliau mengahiri jabatannya. Sejak tahun 1945 hingga tahun 1959 beliau menjadi Presedin yang terbaik bukan hanya di Asian tapi mungkin dunia, tapi pada tahun 1959 karena niat beliau untuk menjadi Penguasa dengan menerbit sebuah Dekrit 1959. Dekrit Presiden Republik Indonesia 1959. Dekrit ini berimplikasi luas pada perubahan sistem ketatanegaraan dan peta politik Indonesia. Pertama, isi dari dekrit tersebut mengakhiri tugas kabinet, parlemen, dan periode sistem parlementer itu sendiri. Lalu kedua, dekrit juga menjadi penanda bagi berakhirnya periode parlementer tersebut sekaligus mengakibatkan berakhirnya pula periode pemerintahan yang dinamis di bawah empat partai politik besar, yakni Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, dan Partai Komunis Indonesi. Sehingga masa ini (1959 hingga 1966) kepemimpinan Sukarno di masa inin disebut Demokrasi Terpimpin.
Keadaan ini melahirkan pemimpin baru yang diberi nama orde baru, Istilah Orde Lama mulai digunakan sejak era Orde Baru, untuk membedakan rezim Sukarno yang dianggap lama oleh Soeharto sebagai Presiden Indonesia di era Orde Baru). Lahir Orde baru dengan semangat baru, pemilu yang hampir tidak pernah dilakukan dizaman Soekarno dizaman Soeharto dengan berbagai keterbatasan dilaksanakan tepatnya pada tanggal 05 Juli 1971 pemilu pertama dizaman orde baru dan pemilu kedua setelah kita merdeka, Pemilu ini bertujuan untuk memilih Anggota DPR. Pelaksanaan Pemilu 1971 menggunakan sistem perwakilan berimbang (propor sional), dengan sistem stelsel daftar. Artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu. Namun sekali lagi tokoh yang mendapatkan kekuasaan seolah tak ingin melepaskan kekuasaan itu hingga mayarakat mulai bosan akan kepemimpinannya, maka pada hari Kamis, tanggal 21 bulan Mei, tahun 1998. Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto, yang telah memimpin selama 32 tahun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden. Soeharto yang baru dua bulan dipilih kembali untuk ketujuh kali nya di tengah badai krisis moneter mendapat tekanan ekonomi maupun politik serta gelom bang unjuk rasa yang menuntut reformasi dari mahasiswa dan berbagai kalangan. Berbagai tekanan tersebut pada akhirnya memaksa penguasa Orde Baru tersebut meletakkan jabatan. Dan sesuai konstitusi Wakil Presiden BJ Habibie melanjutkan estafet ke pemimpinannya. Selama 32 tahun kepemimpinan Soeharto, telah terjadi enam kali penyeleng garaan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II. Pada era ini Presiden dipilih oleh MPR.
Presiden berikutnya yang lahir setelah reormasi, mereka seolah sadar dan tidak ada niat untuk melakukan hal yang sama dengan tokoh penguasa sebelumnya, apakah orde lama, atau orde baru dari Presiden Habiby, Abdurrahman Wahid (gusdur), Megawati, hingga Sosilo Bambang Yoduyono, mereka seolah melakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, zaman Reformasi semua yang dianggab dapat/akan merugikan masyarakat sebagai warga Negara diperbaiki, hingga merubah konstitusi, sebanyak (empat) 4 kali, sehingga diharapkan penguasa tidak berlaku sewenang-wenang sebagaimana pada dua rezim yang terdahulu ( Orde Lama dan orde baru).
Muncul pemimpin baru, yang jika kita jujur bukan berasal dari Tokoh Politik, bukan tokoh daerah, tapi pernah menjadi Walikota dan Gubenur, karena system Pemilihan Presiden sudah menggunakan system yang baru yakni sesuai dengan UUD 1945 hasil perubahan yang ketiga (Amamdemen) yakni pasal Pasal 6A (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. ***) maka terpilih Bapak Joko Widodo, yang diharap kan melanjutkan pembangunan dinegara tercinta ini, sesuai dengan aturan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya ditemukan beberapa keganjilan yang seolah tidak sesuai dengan aturan yang berlaku diantara :
Setaah beliau terpilih jadi Presiden beliang melakukan Pengangkatan Pembantu Presiden, atau Menteri yang tidak layak jika dilihat dari pendidikan, masa seorang Menteri hanya berpen didikan SMP, sedangkan kita tahu ASN yang dikerjakan sebagai stap diDepartemen saja harus /wajib berpendidikan SLTA. Demikian juga para calon legelatif harus berpendidkan SLTA, sebagai mana diatur dalam UU Pemilu yang mensyaratkan setiap calon Legeslatif wajib berpendidikan SLTA, seperti bunyi UU Pemilu No 10 tahun 2008 Pasal 12 huruf (e) berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;
Konon banyak mendapat Proyek yang harus dikerjakan oleh tenaga asing yang masuk dan bekerja dinegari kita, seolah menjadi saingan pekerja dinegara sendiri, pekerja negari sendiri seolah menjadi anak tiri, padahal dalam UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Sebuah upaya pemborosan anggaran karena sangat berambisi untuk memindahkan Ibukota Negara dari Jakarta ke daerah yang belum begitu terkenal, sehingga memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit, sehingga menyebabkan APBN kita menjadi terpukus pada tujuan tersebut, yang mendatangkan kesulitan dalam perekonomian, menurut sumber Utang Negara kita menjadi banyak sekali, melebihi lima Presiden sebelumnya.
Mendekati achir jabatan Presiden mencoba bermain dengan ingin merubah Pasal tentang Presiden sebnagaimana Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Seolah inginn tiga kali menjadi presiden, namun niat itu tidak kesempaian,
Melahirkan keluarga penguasa yang belum pernah dicapai oleh para pemimpin Negara sebelumnya, hal ini tentu membuat sebagian masyarakat kecewa, apalagi pekerjaan itu dengan merubah perundangan yang jelas mengatur tentang usia calon, sebuah tindakan yang dianggap kurang baik menjadi contoh untuk rakyat seNusantara, apalagi ketika pemilihan itu dilaksana kan, Presiden sebagai orang terkuat melakukan sebuah kebijakan yang dianggap menguntung kan calon yang beliau dukung, dengan melakukan tindakan yang belum pernah dilakukan Presiden sebelumnya, yakni dengan memberikan bantuan kepada masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kesan seolah Presiden ikut melakukan sebuah tindakan yang kurang pantas dalam pemilihan Presiden dan ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Dari kejadian tersebut diatas maka menimbulkan pertanyaan Besar bagi kita masihkah kita Negara bersystem Demokrasi ?????? atau sudah berubah menjadi Negara otoriter, Negara kerjaan, Negara kekeluargaan, atau bentuk Negara apa??????