Notification

×

Iklan

Iklan

Menilik Peran Parpol Dalam Pilkada

Tuesday, August 13, 2024 | 13 August WIB Last Updated 2024-08-13T11:34:33Z


Oleh H. Ahdiat Gazali Rahman

Pemarhati Politik  Tinggal Di Amuntai


Pilkada tahun 2024 adalah Pilkada Pertama sejak kita Merdeka, jika dilihat dari pelaksanaannya ,  karena pelaksanaan yang serantak, jika sebelumnya pilkada sangat tergantung kapada daearah, sehingga masing-masing berbeda-beda terkantung kapan berachirnya masa jabatan penguasa didaerah tersebut Hal ini sesuai dengan UU No 1 tahun 2014 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA, Pasal 3 (1) Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan Pilkada tahun ini memang menjadi surutan semua pihak karena baru terjadi semua kabupaten dan Provinsi terlibat terlibat pertanyaan besarnya, apakah kita sudah siap dengan pelaksnaan itu?, karena dalam melakukan pemilihan Presiden yang baru saja kita laksanakan masing ada bekas ketidak puasan oleh sebagian masyarakat, baik karena para pelaku pelaksana, atau pesarta  yang dianggab kurang memenuhi syarat, namun nyatanya Parpol sebagai penentu dalam menentukan siapa calon yang didukung tak mempersoalkan, apakah calon itu punya pengelaman, dapat jadi panutan, atau mereka yang punya hasil kerja perjuangan yang dapat dibanggakan atau hanya karena factor lain, banyak modal, punya fasilitas, yang dapat diandalkan. Sehingga tak sedikit antara penilaian parpol dan penilaian masyarakat berbeda sehingga menghasilkan suatu yang tidak diinginkan. Ada oknom yang di dukung parpol namun tidak mendapat dukungan dari masyarakat, sehingga mayarakat tidak memlih atau berlaku sebaliknya ada yang didukung masyarakat namun tidak mendapat dukungan Parpol, maka tokoh itu tidak akan menjadi calon dalam pilkada.

Peran Parpol.

Menurut UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK Pasal 11 (1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana: a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12 Partai Politik berhak: i. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Jika melihat Pasal tersebut diatas khususnya pada haruf (e) dan Pasal huruf (1) maka seharusnya masing-masing Parpol memajukan anggotanya untuk mengisi jabatan politik, seperti Presiden, Gubernur, Wali Kota dan Bupati, namun itu tidak pernah terujud karena dalam pelaksanaannya ada Peraturan Pemerintah yang membatasi Fungsi tersebut dengan sebuah ketentuan jika ingin mengajukan pasangan calon pimpinan politik harus memenuhi standar kursi yang didapat ketika pemilu legelatif, suatu syarat yang menyimpang dengan fungsi Parpol tersebut sebagai mana Bunyi Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 22 Tahun 2018 Tentang Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 3 Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pasangan Calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politi. Pasal 5 (1) Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang dapat mengusulkan Bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a wajib memenuhi persyaratan: a. memperoleh kursi di DPR paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR pada Pemilu Terakhir; atau b. memperoleh suara sah paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah nasional pada Pemilu Terakhir. Parpol dan telah ditetapkan memenuhi syarat sebagai Peserta Pemilu. Dengan ketentuan tersebut seolah-olah Partai kecil hanya sebagai penggembira, dalam suatu ajang pemilihan jabatan politik, bagaimanapun hebatnya dan kerasnya perjuangan tokoh  namun jika dia tidak mendapatkan Partai  politik yang memenuhi per syaratan diatas, tokoh tersebut hanya akan mendapatkan mimpi disiang bolong, sejak saat itulah hampir tak ada partai politik yang mengusung calonnya sendiri tapi selalu mengajak partai lain, karena belum cukup mendapat suara 25 % mendapatkan pilihan masyarakat ketika pemilu legeslatif, atau memang handak mendapat dukungan yang sangat banyak, dan sejak saat itu lahirlah kata “koalisi” yakni kumpulan partai pengusung dan pendukung, dan dengan sendirinya menghilang peran partai politik sebagi oposisi, partai yang diharapkan pengontrolan pemerintahan yang dilaksanakan oleh sekompok partai pengusung dan pendukung, sehingga peran Parpol yang diharapakn melahirkan tokoh yang akan mengisi jabatan dalam rangka melanjutkan pembangunan ini hanya mimpi disiang bolong. Banyaknya Parpol yang lahir setelah Reformasi belum melahirkan banyak tokoh yang lahir dari Parpol, karena parpol hanya berpikir bagai mana bisa ikut menjadi mengusung atau pendukung calon yang diajukan oleh Parpol, Parpol seolah tidak punya niat, tidak punya rencana untuk memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk mengisi jabatan politik, yang dihasilkan dari sebuah perjuangan pendidikan di Partai tersebut.

Hasilnya 

Lahirlah tokoh yang tidak dikenal, tidak pernah berjuang dan tidak pernah memdapatkan Prestasi dari masyarakat, Negara apalagi dunia, apa yang diusahakannya kadang sangat jauh dengan bidang tugas yang akan diembannya, lahir tokoh yang bukan karena berjuang di Partai Politik tapi karena factor lain seperti banyak modal, punya keluarga yang mempuni yang dapat mengatur kebijakan yang dapat menguntungkan, sehingga mudah memperoleh jabatan Politik, Jabatan politik yang didapatkan hanya akan meng untungkan segelinter orang, bukan untuk semua warga Negara Indonesia sebagai amanat yang diamanatkan oleh UUD 1945 yang dijiwai oleh Pancasila sebagaimana sila kedua (2) Kemanusia yang adil dan beradab. dan sila kelima  (5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, masih banyak  warga kita yang belum mendapatkan keadilan, keadilan hanya dimiliki orang tertantu, dengan Istilah lain hokum hanya tajam kebawah tumpul keatas.  Sudahkah para peminpin kita yang terpilih menjadi tokoh didaerah memiliki rasa kemanusian, dan punya rasa keadilan serta adab yang bisa menjadi contoh masyarakatnya, atau berlaku sebaliknya, yang tidak punya rasa kemanusian, berlaku sewenang-wenang dengan harapan mendapatkan jabatan, apakah itu melanggar hokum, adat kebiasaan atau melanggar rasa kemanusian, tidak tahu dan tidak paham arti kata keadilan, bertindak semua gue.




×
Berita Terbaru Update