Oleh H. Ahdiat Gazali Rahman
Ketua PoskoBantuan Hukum LKBH UML
Kabupaten Hulu Sungai Utara
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora ihwal ambang batas pencalonan kepala daerah pada Selasa (20/08).
Kedua partai itu sebelumnya menggugat isi dari undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).Dengan putusan ini, MK membuka jalan bagi partai politik (parpol) yang tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengajukan calon kepala daerah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang diadakan serentak pada 27 November nanti.keputusan yang diambil pada tanggal 20 Agustus itu sangat menggamparkan Partai Politik, Insan politik dan Negara Kita Indonesia, karena ini menyankut daerah dan nasib tokoh dan calon yang ingin menjadi penguasa didaerah.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK Pasal 11 (1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana: a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12 Partai Politik berhak: i. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Jika melihat Pasal tersebut diatas khususnya pada haruf (e) dan Pasal huruf (1) maka seharusnya masing-masing Parpol memajukan anggotanya untuk mengisi jabatan politik, seperti Presiden, Gubernur, Wali Kota dan Bupati,
Realitanya.
Apa yang diinginkan oleh UU RI no 02 Tentang Partai Politik itu tidak pernah terujud karena dalam pelaksanaannya ada Peraturan Pemerintah yang membatasi Fungsi tersebut dengan sebuah ketentuan jika ingin mengajukan pasangan calon pimpinan politik harus memenuhi standar kursi yang didapat ketika pemilu legelatif, suatu syarat yang menyimpang dengan fungsi Parpol tersebut sebagai mana Bunyi Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 22 Tahun 2018 Tentang Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 3 Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pasangan Calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politi. Pasal 5 (1) Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang dapat mengusulkan Bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a wajib memenuhi persyaratan: a. memperoleh kursi di DPR paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR pada Pemilu Terakhir; atau b. memperoleh suara sah paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah nasional pada Pemilu Terakhir. Parpol dan telah ditetapkan memenuhi syarat sebagai Peserta Pemilu. Dengan ketentuan tersebut seolah-olah Partai kecil hanya sebagai penggembira, dalam suatu ajang pemilihan jabatan politik, bagaimanapun hebatnya dan kerasnya perjuangan tokoh namun jika dia tidak mendapatkan Partai politik yang memenuhi per syaratan diatas, tokoh tersebut hanya akan mendapatkan mimpi disiang bolong, sejak saat itulah hampir tak ada partai politik yang mengusung calonnya sendiri tapi selalu mengajak partai lain, karena belum cukup mendapat suara 25 %.
Lahirnya keputusan MK ini semoga membawa angin segar pada semua partai politik, untuk dapat mencalonkan sendiri tokoh partainya yang dianggap punya kemampuan, tidak perlu lagi melakukan “Kualisi’ dengan partai lainya, sehingga makin banyak pilihan tokoh yang menjadi calon pemimpin di daerahnya.
Oleh karena itu, syarat persentase partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon harus pula diselaraskan dengan syarat persentase dukungan calon perseorangan. Sebab, mempertahankan persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 sama artinya dengan memberlakukan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bagi semua partai politik peserta pemilu. Dengan demikian, Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 harus pula dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagaimana putusan Mahkamah Konstutisi (MK)
AMAR PUTUSAN
Mengadili: Dalam Provisi: Menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam Pokok Permohonan: 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. 2. Menyatakan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 77 Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: “partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut: Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur: a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut; b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut; c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut; d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di provinsi tersebut; Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota: a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus 78 memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut; b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten/kota tersebut; c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten/kota tersebut; d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut;” 3. Menyatakan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. 5. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Keadilan Dalam Pilkada
Kita patut mengapresiasi siapa pun atau pihak mana pun yang akan mengajukan ke MK karena upaya pemerintah umumnya dan KPU husunya di anggap belum mampu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Parpol, MK merupakan bagian dari mencari keadilan dalam pencalonan tokoh daerah dalam mengikuti pelihan kepala Daerah.telah memutuskan sebuah perkara yangbtelah membuka seluasnya pada partai politik dalam rangka mengikuti dan mensukseskan Pilkada.
Dalam Pilkada merupakan arena kompetisi politik yang melibatkan banyak aktor daerah, sehingga karena ada pembatasan dalam mennetukan Calon, ada tokh yang tak dapat mencalonkan, dilain pihak ada tokoh yang kebanjiran dukungan, sehingga tak lawan dalam pemilihan, agar pilkada berlangsung maka tokoh yang banyak dukungan hanya perlu bersaing dengan kotak kosong, suatui yang sebanarnya “GANJIL” namun karena itu di sebutkan dalam sebuah aturan maka boleh dilaksanakan, walaupun kita terkadang bingung, kenapa tokoh yang berwalitas harus berhadapan dengan kotak yang tak bisa berbuat-apa-apa.
Hal yang tidak kalah pentingnya upaya mengajukan ke MK juga untuk memastikan proses pencarian keadilan pemilu tersebut dapat dilakukan dengan adil, akuntabel, dan tepat waktu.karena semua Partai Politik yang mengikuti pemilu sebelumnya dapat ber lanjut untuk mengikuti Pilkada.
Prinsip utama keadilan Pilkada adalah semua Parpol yang ada dan ikut dalam pemilu sebelumnya dilibatkan dalam pelasakana Pilkada, tokoh Partai yang telah berjuang untuk Partainya, dapat hak mencalonkan diri untuk menjadi penguasa di daerahnya, sebagaimana yamg dirumjskan dalam UURI nomor 02 tahun 2008 dalam pasal (11) pada huruf (d) dan (e)
.