Notification

×

Iklan

Iklan

PilPres Harapan…..Atau Kehancuran

Monday, February 26, 2024 | 26 February WIB Last Updated 2024-02-26T02:14:14Z

 


Oleh Drs. H. Ahdiat Gazali Rahman, SH.MH.

Ketua POS BAKUM LKBH ULM HSU


Setiap Negara yang punya Konsep Negara Demokratis, Negara kedaulatan, Negara yang bukan berbentuk kerajaan pasti akan melakukan suatu pemilihan pada para pemimpin apakah Presiden, Perdana Menteri atau sebutan lain,  ada yang dilakukan 4 (empat) tahun sekali, 5 (lima) tahun sekali dan ada yang 8 (delapan) tahun tergantung dari dasar Negara tersebut, Negara kita telah memutuskan sebagaimana bunyi UUD 1945 Pasal Pasal 7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudah nya dapat dipilih  kembali  dalam jabatan  yang sama, hanya untuk  satu  kali masa jabatan”. 


Pendahuluan.

Setiap lima tahun sekali Rakyat Indonesia  diberi hak menentukan siapa calon Presiden yang mereka senangi, peran rakyat Indonesia dalam menentukan siapa yang berhak menjadi Presiden bukanlah sebuah ke betulan tapi itu melewati sebuah perjuangan dengan upaya (DPR) Dewan Rakyat Perwakilan yang telah berhasil merubah UUD 1945 yakni pada Amendemen Kedua (2) pada pasal 28 E ayat (3) “Setiap orang berhak  atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan  mengeluarkan pendapat”.  Untuk dapat melaksanakan Amandemen ke 2(dua) UUD 1945 tertuang sebagaimana bunyi Pasal 6A ayat  (1) “Presiden  dan  Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan  secara langsung oleh rakyat”. Jika sebelum nya Pemilihan Presiden dilakukan Oleh Dewan Perwakilan Rakyat, namun sejak tahun 2004 Pemilihan dilakukan langsung oleh Rakyat. Harapannya agar rakyat benar-benar terlibat dalam menentukan siapa yang mereka senangi menjadi pemimpin mereka. Pelaksananya pun dilakukan mereka yang dianggap Independen tidak memihak, sebagai mana bunyi UUD 1945 BAB VIIB  PEMILIHAN UMUM Pasal 22E Ayat (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang ber sifat nasional, tetap, dan mandiri. Harapannya agar para pelak sana dapat melaksanakan sebagaimana aturan yang ada tidak terlibat dan tunduk pada oknon penguasa tertentu.


Pelaksana Pemilu Pertama.

Kita telah beberapa kali melaksanakan pemilu yakni dari  tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014, dan 2019. Dengan Rezim bergonta-ganti dari Orde Lama (Orla), berganti dengan Orde Baru (Orba) berganti dengan Orde reformasi, hingga sekarang ini. Pemilu yang menjadi kenangan Manis adalah pemilu pertama (1) yakni pemilu tahun 1955, para pelaksananya di desa mungkin masih ada yang buta huruf, tarap pendidikan pelaksanaan pada saat itu baru lulus sekolah Rendah, masih sekolah rendah (Lulus SR) atau bahkan belum lulus, tidak seperti sekarang, namun mereka dapat melaksanakan pemilu dengan jujur, terbuka, dan adil, sehingga memberikan kepuasan kepada semua peserta, tak ada peserta yang merasa dirugikan dengan membawa kasusnya kedunia Peradilan. Namun apa yang terjadi sekarang Pe laksana Pemilu adalah mereka yang berpendidikan Tinggi lulusan Perguruan tinggi ternama, namun sayang hingga saat ini pelaksanan pemilu belum berakhir mereka telah tiga (3) kali mendapatkan hukum an karena dianggap melakukan pelanggaran Etik untuk semua anggota KPU, dan diberikan hukuman, suatu yang sangat memalu kan, Sedangkan pada pemilu pertama (1) Peserta pemilu pun mereka yang hanya berpendidikan paling banyak adalah lulusan Sekolah Menengah, sangat sedikit yang lulus Perguruan Tinggi. Tapi mereka mampu mengontrol jiwa tidak melakukan suatu yang tidak terpuji dan merugikan orang lain.


Pelaksana Pemilihan  tahun 2024.

Para melaksanakan adalah Insan Pilihan yang telah lulus pendidikan Tinggi dengan strata S2 atau bahakan S3, para peserta semua adalah lulusan Pendidikan Tinggi malah satu orang adalah berpendidikan sangat tinggi bergelar Guru Besar, dalam kecakapan kita sudah tidak meragukan mereka adalah Insan Cendekia, tapi apakah yang punya moral yang juga baik (Insan) belum tentu, karena yang perlu kita tanyakan pertama adalah apakah yang dipilih menjadi pelaksana Pemilu mereka yang Pantas Cocok untuk pekerjaan itu karena UUD 1945 telah memberikan batasan pada mereka yang akan melaksanakan Pemilu itu adalah sebagaimana bunyi UUD 1945 BAB VIIB PEMILIHAN UMUM  Pasal 22E Ayat (1) “Pemilihan  umum dilaksanakan  secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil  setiap lima tahun sekali”. Apakah mereka pelaksana telah mendapat kebebasan, sehingga tidak takut pada orang atau lembaga ter tantu dalam melaksanakan tugas, mampukah mereka merahasiakan apa yang di lakukan, yang dilakukan tidak boleh menjadikan keuntungan ke kelompok tertentu dan merugikan kelompok yang lain, jujur atau dalam bahasa agama Islam Amankah mereka pada apa yang telah diamanatkan kepada mereka atau mereka malah menjadikan sebuah kesempatan untuk menggapai suatu demi kepentingan sendiri atau kelompok, mampu mereka berbuat adil untuk semua peserta pemilu, tidak memihak apalagi perbuatan yang mendatang keuntungan calon tertentu dan kerugian calon yang lain, realita untuk pelaksanaan pemilu tahun 2024 banyak kita temukan berbagai macam masalah para pelaksana, ada yang terlibat pemerasan pada colon, ada yang terlibat korupsi, dan lain-lain per buatan yang merugikan masyarakat pada para colon.


Calon Presiden.

Sebelum ribut tantang pencalonan Gibran, tokoh PDI Ardian Napitupulu dalam acara “Catatan Demokrasi” yang dilaksanakan oleh sebuah TV Swasta mengatakan bahwa ada tokoh yang datang ke Partainya  minta Rekomendasi untuk untuk jadi Walikota, jadi Gubernur, minta Rekomendasi untuk anak jadi walikota, minta Rekomendasi dan dukungan agar menantunya dapat menjadi walikota, minta rekomendasi, untuk kedua kalinya jadi Presiden, partai pendukung tetap memberikan dukungan, tapi ketika minta dukungan untuk minta rekomendasi dan dukungan agar menjadi calon Presiden untuk yang ketiga, partainya menolak, karena itu bertentangan dengan konstitusi yang termaktub dalam UUD 1945 Pasal 

(7) “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan  sesudahnya dapat dipilih  kembali  dalam jabatan  yang sama, hanya untuk  satu  kali masa jabatan”. Dari sana awal datang permasalahan karena ingin berkuasa Partai dan Konsitusi membatasi, tapi KPU tak berani MK mengabulkan karena masih kerabat dan kekeluargaan.maka dengan setengah hati para Hakim MK, mengabulkan permintaan per ubahan UU pemilu Pasal 169 huruf g tantang Usia Calon  Wakil Presiden. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan. Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. 

KPU tanpa mengubah SK tentang pencalonan yang harus menyesuaikan dengan keputusan tersebut, tapi langsung menerima Pencalonan Gibran sebagai pasangan Calon, Pertanyaan, sewajarnya Sikap Pelaksana Pemilu seperti ?. Takutlah dengan Penguasa atau ada janji agar mereka nanti mendapatkan sesuatu?. Belum tuntas soal pencalonan Gibran mereka yang terlibat dalam perubahan UU, ketua MK mendapatkan sangsi Berat diberhentikan sebagai ketua MK dan dilarang Mengadili, hukuman dijatuhkan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi pada hari selasa tanggal Nopember 2023.


Tahapan Yang diPermainkan.

Sesuai tahapan Pemilu sebagaimana yang diatur oleh UU RI 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. KPU sebagai penyelenggara telah mengeluarkan PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyeleweng penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Yakni 11 Tahapan sebagaimana dibawah .Tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 termuat dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022 Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut.Pasal 3Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi:


sejak Perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;

b. Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih;

c. Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;

d. Penetapan Peserta Pemilu;

e. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;

f. Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota;

g. Masa Kampanye Pemilu;

h. Masa Tenang;

i. Pemungutan dan penghitungan suara;

j. Penetapan hasil Pemilu; dan

k. Pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.


Maka terlihat sekali sejak tahap keenam (6) Pencalonan Presiden dan wakil Presiden, tahap ke ketujuh (7) Masa Kampanye, dan tahap (9) yakni Pemungutan dan Perhitungan Suara, terjadi hal-hal yang kurang baik, kurang dimengerti, atau telah terjadi suatu yang tidak dapat dipertanggung gun jawabkan secara Moral dan keadilan, pada Tahap keenam (6) pencalonan ada peserta yang dianggap tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi calon dipaksakan untuk tetap menjadi Calon, dengan melakukan berbagai cara yang menurut sebagian tokoh kita kutang tepat, tapi tetap diterima oleh KPU sebagai Calon. Tahap ketujuh (7) ada calon terdapat gangguan halangan ketika ingin melaksanakan kampanye, ber beda dengan calon lain, pendukung yang berstatus pejabat jika ingin me lakukan Kampanye harus memenuhi aturan yang telah ada, namun hal ini ada yang dianggarkan sehingga menimbulkan suatu yang kurang baik dimasyarakat. Pelaksana Pemilu seolah tak bergeming, apalagi memberi kan teguran atau himbauan pada mereka yang melakukan suatu yang merugikan Calon  yang melakukan kampanye. Atau yang melakukan kampnye tidak sesuai aturan.seiring perkembangan waktu dan berlanjut tahapan pemliu ke Sembilan (9) yang melibatkan seluruh warga Negara yang diberi untuk memilih, harapan mereka pilihan mereka akan berman faat dalam memberikan dukungan pada tokohnya, namun apa yang dukungan yang diberikan seolah hilang, mungkin kerana kesalahan atau ada factor yakni suatu perbuatan untuk memberikan suatu pada calon tertentu, Logika Normal akan mengatakan “jika sebuah kesalahan” biasa akan didapatkan semua calon, namun jika tertuju pada satu calon apakah kebetulan atau kesangajaan?. Perhitungan yang menguntukkan sehingga  bertetangga dengan aturan yang telah ditentukan oleh aturan , seperti di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya ada maksimal 300 Pemilih, maka jika terdapat angka perhitungan dengan system apapun, jika lebih dari angka tersebut, itu akan menghasilkan dua keputusan yakni kesalahan, atau kesengajaan dalam rangka pengelembungan untuk membantu calon menggapai Impiannya. 

Harapan .

Semua warga Negara Indonesia yang normal taat dalam hukum pasti mengharapkan  pemilu akan menjadi sebuah harapan untuk mereka menjadi lebih baik, sebagaimana yang selama diagung-agungkan sebuah hadis yang sangat umum didengar oleh masyarakat yakni : “ jika hari ini sama dengan kemarin berarti kita rugi, jika hari ini lebih jelek dari kemarin kita Celaka, jadi kita harus berjuang agar hari ini lebih dari kemarin, maka seharusnya kita bangsa Indonesia berjuang agar hari ini lebih baik dari kemarin, dimulai dari pemilu yang bernilai, semua mereka yang terlibat “wajib” melakukan suatu yang sesuai dengan aturan, namun jika semua aturan atau sebagian aturan yang telah diputuskan untuk dilaksanakan, telah dilakukan pelanggaran dengan harapan memenuhi suatu hajat untuk mendapatkan kuasa lewat pelaksanaan pemilu. Perbuatan seperti ini  tentu harus kita

hindarkan, kita berharap angka yang tampil dalam perhitungan sementara yang dilakukan oleh lembaga tertantu yang masih diragukan kebenaran alangkah eloknya dihilangkan, dan kita tunggu perhitungan manual yang dilakukan oleh Pelaksana dari tingkat Bawah mulai dari KPPS, PPS, PKK, KPU Kabupaten, KPU Provinsi, hingga KPU, system yang dianggap telah menodai kepercayaan masyarakat karena bertentang dengan aturan hendaknya di ditindaklanjuti dengan aturan yang ada, pelaksanaan memberikan tanggapan apakah sebuah kehilangan tak sengaja, atau memang sudah menjadi sebuah upaya pihak tertentu, diluar jangkauan KPU, upaya itu telah dijadikan jalan untuk mendapatkan hasil suara diluar jangkauan pelaksanaan pemilu,  mereka yang terlibat memang berupaya melakukan sebuah keCurangan, jika itu terjadi maka mereka yang terlibat wajib mendapat sangsi hukuman. Harapan kita Pelaksana Pemilu Presiden jujur mengakui kehilangan atau kesengajaan oleh oknum tertentu.



×
Berita Terbaru Update