Oleh H. Ahdiat Gazali Rahman
Ketua POS BAKUM LKBH ULM HSU
Ketaatan dalam hukum adalah sebuah tindakan yang akan menjadi perhatian, contoh saat ini, nanti dan yang akan datang ketaatan adalah sebuah tindakan yang sejalan dengan hukum itu sendiri, dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ketaatan berasal katanya “Taat” yang artinya “kepatuhan atau kesetiaan terhadap sesuatu hal”, sedangkan kata keserakahan asal kata serakah yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “Selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki. Arti lainnya dari serakah adalah loba”
Sejarah Penguasa Indonesia.
Sejak kita merdeka , negeri ini sudah dipimpin oleh tujuh orang anak negeri yang memang ditunjuk atau memang dipilih, ditunjuk karena melakukan sesuatu, dipilih karena menggunakan system pemilihan, mereke itu adalah Soekarno (1945-1967), Soeharto (1967-1998), Bacharuddin Jusuf Habibie (1998-1999), Abdurrahman Wahid (1999-2001), Megawati Soekarnoputri (2001-2004), Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009; 2009-2014), dan Joko Widodo (2014-2019, 2019 - 2024).maka jika kita amati yang terlama adalah Soeharto selama 31 tahun , soekarno 22 tahun, yang paling singkat adalah Habibie hanya 1 tahun kurang lebih, Abdurrahman Wahid 2 tahun, tapi apakah semakin lama mereka berkuasa penghormatan masyarakat makin tinggi atau berlaku sebaliknya, ketika mereka berkuasa makin lama rakyat menilai mereka makin tidak terhormat, mari kita lihat ketika mereka turun Soekarno , turun karena terpaksa dan setelah banyak korban, soeharto turun karena ada korban Mahasiswa dan tokoh politik yang dikorbankan sampai sekarang belum ditemukan jasadnya. Masyarakat menilai mereka yang kekuasaan lama adalah para pemimpin yang berkuasa demi keserakahan, dengan bahasa lain, mereka pingin melakukan KKN, dan mereka yang kuasanya sesuai aturan rakyat menganggap mereka adalah mereka yang taat hukum.
Upaya Merubah System Negara.
Setelah gugurnya Soeharto maka upaya anak negeri yang sadar penting membatasan masa kekuasaan Presiden dirancang dan di masuk dalam perubahan UUD 1945, agar semua putera bangsa yang ingin berkuasa hanya hanya maksimal 10 tahun atau dua periode sebagaimana di rumuskan dalam UUD 1945 yang telah di Amandemen pada Pasal 7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. *), jika melihat perjalanan Amandemen UUD 1945 , ini adalah hasil Amendemen Pertama yang berarti Dewan dan masyarakat setelah melihat dua Presidennya pada zamanOrde lama dan zaman Orde baru memperpanjang kekuasaannya dengan berbagai cara, tapi tujuan utamanya adalah punya jabatan yang lama.
Perlku coba-coba.
Setelah kita melakukan Reformasi tahun 1998 apakah perilaku seperti itu masih ada, pada pemimpin kita, yang ingin memperpanjang masa jabatan nya, jika memperhatikan perjalanan Bacharuddin Jusuf Habibie (1998-1999), Abdurrahman Wahid (1999-2001), Megawati Soekarnoputri (2001-2004), Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009; 2009-2014), tak ada upaya mereka untuk memperpanjang tapi mereka secara ikhlas turun panggung politik dan kembali pada masyarakat, tapi apakah sekarang seperti ini, ingin mencontoh kedua Presiden yang terdahulu pada orde baru dan orde lama, jika mengikuti pembicaraan tokoh Pergerakan yang sekarang menjadi Legeslator, yakni Adian Tapitupulu dalam sebuah acara catatan Demokrasi pada tanggal 24 Oktober 2023, ada tokoh yang minta rekomendasi dari minta untuk menjadi wali kota, guburnur, hingga Presiden, minta rekomendasi untuk menentu dan anaknya, hingga minta untuk nambah masa Presiden untuk 3 (tiga) Periode, tapi menurut Adian, Partai mereka menolok karena partai ingin konsekwen untuk melaksanakan sebuah aturan, atau bahasa lain ketaatan pada aturan hokum tentang masa jabatan Presiden.
Ketaaatan Pemimpin.
Ketaatan dalam memimpin Negara adalah sebuah contoh nanti bagi masyarakat dalam mengharungi kehidupan dalam bernegara, ketaatan akan menjadi modal bangsa untuk menjadi lebih maju, maka jika seorang bertindak Plan Plin, maka jangan heran tindakan itu akan menjadi acuan masyarakat dalam bertindak, maka jangan diharapkan negeri akan menjadi lebih maju, negeri ini akan menjadi Negara yang akan mundur kebelakang, untuk menjadi Negara maju harus lah kita menjadi Negara yang taat hukum, ketaatan hukum tentu tidak hanya dilakukan oleh rakyatnya tapi lebih dahulu dicontohkan oleh Pemimpinnya, jika merujak pada pendapat Adian diatas maka memang sudah ada upaya untuk melakukan ketidaktaatan pada aturan yang mengatur tentang masa jabatan Presiden, maka ketika ada upaya lain dalam rangka mengajar jabatan Presiden walaupun bukan, bukan menanbah waktu berkuasa, tapi melanjutkan kuasa pada Anak yang belum memenuhi parsyaratan secara hukum.
Catatan Kurang Taat Presiden Kita.
Ketika Presiden baru diangkat jadi Presiden maka sebagai sebuah tugas adalah membentuk Kabinet, memang Presiden punya hak penuh siapa yang akan diilih dalam rangka membantunya melaksanakan tugasnya yang telah dibuat dalam MISI dan FISI, orang yang dipilih adalah terserah kemauan Presiden tapi seharusnya beliau kepatutan yang berlaku untuk taat dalam sebuah aturan, setiap Daerah biasanya menentukan orang yang menjadi Pegawai Desa, atau kepala Desa Wajib berpendidikan SLTA, namun apa yang terjadi beliau memilih seorang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang saat itu hanya pendidikan Formalnya SLP, sebuah tindakn yang tidak taat pada aturan yang selama ini berlaku dimasyarakat.
Menggunakan Surat Tuhan Merubah Kebiaasan.
Dalam rangka jangan mengulang kesalahan para Pemimpin sebelum Reformmasi, maka wakil rakyat saat itu yang masih berpikir kebaikan bangsa membuat sebuah konsep bagaimana pemilu memilih pemimpin dapat memenuhi keinginan bersama, bukan hanya orang tertantu keluarga tentu tetapi bersipat terbuka diatur sesuai aturan yang berlaku maka dibuat aturan sperti tertuang dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM, yang dalam BAB II PESERTA DAN PERSYARATAN MENGIKUTI PEMILU Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pasal 169 Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden. Pada huruf q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun; maka siapapun maka harus tunduk dengan bunyi tersebut, tapi karena ada sifat serakah, yang dimilik, maka semua jalan ditempuh agar keserakahan terpenuhi, tak perlu takut mendapat tantangan dari banyak pakar hokum Negara, seperti pakar hukum dan politik UGM melalui diskusi Election Corner bertajuk “MKDK: Mau ke Mana Demokrasi Kita” . Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum UGM menyebutkan, putusan hukum MK kali ini berdampak besar pada nama baik MK dan hukum Indonesia. publik dikejutkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai kontroversial. Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dikabulkan oleh MK pada Senin (16/10). Putusan tersebut menyebutkan, capres-cawapres yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai DPR/DPD, Gubernur, atau Walikota dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun Gugatan yang baru masuk ini, tanggal 13 September, tapi begitu cepat diputuskan pada tanggal 16 Oktober 2023, seolah mengajar waktu pendaftaran Calon Prsiden, sehingga logika normal selalu menilai adanya permainan, yang mengatur suara hakim di MK, lebih lagi jika dihubungkan dengan keterlibatan Ketua MK. Sejak awal beliau bilang beliau tidak ingin mengambil keputusan karena ada konflik kepentingan, tapi untuk putusan ini beliau terlibat.
Memunculkan Bermacam Penafsiran.
Tindakan beliau seperti itu menimbulkan bermacam penafsiran, ada penafsiran Presiden memang menghandaki perpanjangan kekuasaan, Presiden lupa diri dahulu didukung oleh pertai tertantu sekarang telah meninggalkan partainya, Presiden bertindak tidak sesuai dengan ucapan. Dan banyak lagi kata yang kurang pantas diarahkan kepada Presiden, yang menurut penulis bermuara dari kurang taatnya beliau pada suatu aturan.