Oleh: Kadarisman (Pemerhati Politik Banua)
Berbicara pelayanan publik, berarti kita bicara institusi publik sebagai instrument kekuasaan dalam mengaktualisasikan amanah negara untuk kebutuhan warga negara. Satu diantara institusi pelayanan publik di Tabalong yang layak dibicarakan itu adalah Disdukcapil atau Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Mengulas Disdukcapil berarti mengulik tentang kualitas pelayanan public. Kualitas pelayanan kemudian tidak dapat dilepaskan dari paradigma apa yang digunakan pemerintah dalam memberikan layanan.
Memandang rakyat sebagai pemilik pemerintahan atau owners of government sebagaimana paradigma New Public Service (NPS) dalam teori – teori administrasi negara akan mempengaruhi cara pelayanan dibandingkan melakukan pendekatan paradigma News Public Manajemen (NPM), dimana kekuasaan memandang rakyat sebagai pelanggan yang beraroma benefit oriented.
Disdukcapil Tabalong layak untuk diperhatikan, sebab mampu melakukan loncatan dalam memberikan pelayanan publik. Disdukcapil di kabupaten ini mampu menjelma sebagai instrument negara yang dapat dibanggakan karena pendekatan pelayanan yang berbeda dari institusi lainnya. Hal paling berbeda adalah implementasi paradigma pelayanan yang lebih condong kepada teori -teori dalam NPS.
Pendekatan paradigma administrasi negara dalam pelayanan sangat memiliki pengaruh terhadap penerima layanan. Oleh karena itu pembenahan layanan pondasinya adalah menanamkan pada paradigma apa yang digunakan oleh aktor kekuasaan yang sedang memerintah. Perbedaan paradigma sangat jelas akan memunculkan ekses terhadap layanan itu sendiri.
Paradigma NPS, rakyat haruslah diposisikan sebagai warga negara, citizen’s bukan relasi pengguna atau costumer tetapi konstituen . Artinya warga negara berarti setiap orang yang memiliki saham atas terwujudnya kekuasaan yang menjalankan pemerintahan.
Pemerintah dalam negara demokrasi ada sebab dari mandat kekuasaan yang rakyat berikan dalam mekanisme politik, seperti pemilu. Mandat kekuasaan yang rakyat salurkan melalui mekanisme politik itu menjadi dasar pemerintahan membentuk sarana-sarana layanan untuk rakyat, bukan untuk pelanggan apalagi konsumen, apalagi untuk minta dilayani rakyat.
Sudut pandang bernegara seperti ini harus dipahami oleh abdi negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga tumbuh kesadaran bahwa wujud mereka diangkat sebagai ASN adalah untuk mewujudkan fungsi pemerintah sebagai pengatur dan pelayan yang berhikmat untuk rakyat, bukan menjadikan instrument negara sebagai alat untuk mengambil keuntungan dari rakyat.
Saya memandang, paradigma NPS inilah yang diartikulasikan oleh Disdukcapil Tabalong dalam menjelmakan dirinya sebagai abdi. Prinsip – prinsip pelayanan public serta variabel - variabel dalam dimensi pelayanan publik dapat dirasakan pengguna layanan.
Meminjam teori Zeithaml misalnya, implementasi lima dimensi pelayanan public pada Disdukcapil Tabalong begitu mudah diidentifikasi. Soal assurance atau kepastian lamanya layanan misalnya betul-betul digaransi. Rakyat yang mendapatkan pelayanan melebihi dari batas waktu yang ditetapkan akan mendapatkan hak atas kepastian waktu itu, seperti memberikan penjelasan disertai “reward” atas kelebihan tunggunya sebagai hak rakyat yang punya hak mendapatkan layanan sebagaimana variable layanan.
Terwujudnya insrtument layanan yang disediakan pemerintah juga tidak dapat dilepaskan dari kafasitas kepala daerah terhadap praktik – praktik administrasi public dalam bernegara dan mengelola pemerintahan di daerah.
Kepala daerah yang tidak memiliki kafasitas dalam memahami hal – hal fundamental dalam negara pasti akan berdampak terhadap pelayanan negara. Prinsip pelayanan negara atau pemegang saham negara, rakyat tidak diletakkan pada hitungan untung dan rugi, tetapi hitungan goodwill politik untuk mewujdukan kehadiran negara yang nyata dan dapat dirasakan warganya.
Kepala daerah 2024 di semua tingkatan harus memenuhi syaratnya sebagai negarawan. Calon bupati atau gubernur harus dapat dipastikan dia seorang negarawan sejati. Negarawan sejati tidak diukur dari latar belakang apa calon kepala daerah berasal, tetapi dapat diukur dari jejak rekam dan pemikirannya tentang bagaimana konsep bernegara betul betul diorientasian untuk kepengingan rakyat, bukan lainnya. Mereka yang tidak punya jejak rekam berhikmat untuk rakyat sulit diberi amanah mengurus rakyat.
Hal penting lainnya, negarawan tidak boleh tersandera oleh elit partai politik dan kekuatan investasi yang telah berdiaspora sebagai elit politik. Hal ini bukan berarti mereduksi arti penting terhadap investasi, tetapi instrument – instrument itu harus dapat dikelola agar menjadi kekuatan menciptakan keadilan rakyat yang sejahtera dan menciptakan investasi yang bertumbuh bersama dalam bingkai good governance yang menguntungkan semua pihak.
Investasi dan kekuasaan tidak perlu dilakukan dikotomi, karena semua element apapun jika diletakkan pada fungsi idealnya akan menciptakan sinergi bagi pemerintah mewujudkan kemaslahan bersama, baik investor lebih – lebih rakyat. *