Desa Binaan. |
AMUNTAI -IPN- Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Amuntai dipercaya Kemendikbud Ristek RI, untuk melaksanakan Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM) selama 3 tahun.
Program ini dilaksanakan di Desa Sapala, Kecamatan Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara , Provinsi Kalimantan Selatan.
Desa Sapala berjarak sekitar 50 Km dari STIPER Amuntai, ditempuh lewat jalan darat dan sungai dengan waktu tempuh mencapai dua jam. Jika dari ibu kota Provinsi Kalsel, Banjarmasin, dengan waktu tempuh sekitar 7 jam.
Desa Sapala didominasi agroekosistem lahan rawa lebak, pengembangan kerbau rawa sudah cukup lama dilakukan di wilayah ini, selain itu lahan rawa berpotensi sebagai penyedia pakan hijauan yang palatable bagi kerbau.
Ketua Program PPDM STIPER Amuntai, H Ahmad Suhaimi menjelaskan, program yang dilaksanakan pihaknya ini dengan tema Pengembangan Usaha Kerbau Rawa dengan Model Desa Sentra Pembibitan (Village Breeding Centre) di Kalimantan Selatan, Senin (31/1/2022).
Menurutnya, beternak kerbau rawa mempunyai peran yang cukup penting terhadap perekonomian desa, karena merupakan usaha utama bagi masyarakat desa Sapala.
Selain memberi manfaat ekonomi yang nyata, kepemilikan kerbau juga dapat dianggap sebagai lambang atau status sosial seseorang di masyarakat.
Aktualisasi lapangan. |
“Semakin banyak kerbau yang dimiliki maka status sosial pemiliknya semakin terpandang. Selain itu juga, kerbau rawa menjadi ikon destinasi wisata Kalimantan Selatan,” jelasnya.
Lanjut Ahmad, Kabupaten HSU ditetapkan sebagai salah satu dari tujuh kabupaten di Indonesia yang dijadikan daerah sumber bibit dan Desa Sapala yang dijadikan sasaran.
Namun ada permasalahan usaha kerbau rawa yang ditemui di desa ini, diantaranya, peternakan kerbau masih dilakukan secara tradisional, pembibitan berbasis peternakan rakyat dengan skala usaha kecil. Kemudian juga manajemen sederhana, perkembang biakannya dilakukan secara kawin alam dan in breeding, lokasi tidak terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem usaha agribisnis.
Juga kurang optimalnya kelembagaan kelompok peternak berakibat para peternak kesulitan jika menghadapi masalah.
“Hal ini berpengaruh terhadap informasi dan inovasi-inovasi baru yang dapat masuk,” ujarnya.
Sementara itu, di satu sisi produksi daging kerbau di Kalsel menurun sebesar 36,8 persen, namun di sisi lain tingkat konsumsi daging meningkat sebesar 4,7 persen.
“Kondisi ini menuntut usaha yang serius dari pemangku kepentingan untuk mengembangkan ternak kerbau guna mencukupi kebutuhan daging sebagai pangan sumber protein hewani,” katanya.
Menjawab permasalahan itu, maka untuk meningkatkan produksi sejatinya dimulai dari pembangunan Balai Pelatihan Peternak Kerbau Rawa, mengembangkan pembibitan ternak, inovasi kandang ternak dengan model “Kelambu Kandang ternak, dan perlu adanya kerja sama dan interaksi yang kuat antara pemerintah dan kelompok peternak.
“Langkah-langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan bibit kerbau rawa adalah membentuk, membina dan mengembangkan pusat pembibitan desa atau village breeding centre (VBC), karena ini mampu mengembangkan usaha peternakan berkelanjutan,” jelasnya.
Lanjutnya hasil yang didapat dalam program ini adalah berkembangnya Balai pelatihan peternak kerbau rawa, berkembangnya kelembagaan pembibitan ternak pada peternakan rakyat (VBC), tercapainya perbaikan mutu genetik bibit memenuhi standar nasional, harga bibit yang bersaing, pengembangan ternak unggulan daerah dan sebagai buffer zone.
Kegiatan ini tentunya sangat bermakna untuk meningkatkan ketahanan pangan wilayah dan sekitarnya, terutama pemenuhan kebutuhan protein hewani, dan pada gilirannya sebagai langkah sinergis untuk mengentaskan prevalensi stunting pada Balita yang masih tinggi di Kabupaten HSU.
“Ini mendapat respon positif dari perwakilan kelompok peternak kerbau rawa dan masyarakat. Menurut mereka ini program terus berlanjut agar berdampak untuk meningkatkan kapasitas kelompok ternak dan masyarakat Desa Sapala menuju desa tahan pangan dan bebas stunting,” pungkasnya.
Sumber: STIPER AMUNTAI.
Uploder: Tim