Oleh: Erlina Effendi Ilas
(Ketua Komunitas Sayangi Sesama / KS2 Tabalong)
Dunia ini berubah. Perubahan dunia karena kehidupan di dalamnya berubah. Perubahan terus terjadi seiring ikhtiar manusia memenuhi kepuasan dan kebaikannya. Hanya satu yang tidak berubah, perubahan itu sendiri.
Semua entitas berubah. Terutama entitas pelayanan publik di dalam bidang kesehatan di Tanjung, Tabalong. Tak bisa dikatakan sama yang dulu dengan yang sekarang, karena memang berubah.
RSUD Badaruddin Kasim Tanjung misalnya. Secara fisik jelas mengalami metamorfosa yang luar biasa. Gedung megah, fasilitas bertambah, pelayanan lebih simple, sistematik ditambah reservasi online. Perubahan itu nyata. Ia berpacu dengan kebutuhan stakholdernya di dalam mendapatkan pelayanan terbaik. Itu sebab perubahan kadang tampak tidak signifikan karena kebutuhan pelanggan juga sedang berubah.
Sistem standar pelayanan yang ada di RSUD Badaruddin jelas merupakan jaminan tentang kepastian pelayanan yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Tak bisa dielakkan mereka memiliki prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, produk layanan, sarana dan prasarana serta kompetensi petugasnya. Hal ini tak bisa dibantah. Hanya, karena tuntutan pelayanan yang meminta perubahan semakin baik, bukan perubahan sedang tidak terjadi.
Kualitas pelayanan yang semakin membaik di RSUD Badaruddin tentu tidak terlepas dari peran pemerintah melalui dinas terkait, seperti Dinas Kesehatan misalnya, untuk memberikan public service kepada khalayak.
Ketidakpuasan setiap pelayanan bisa saja muncul. Tapi lebih disebabkan paradigma yang berbeda.
Seperti yang dikatakan Garvin (2011), bahwa kualitas pelayanan tergantung pada orang memandangnya. Perspektif dan subjektif menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula.
Namun demikian pelayanan publik tetap memiliki indikator dan dimensi dalam pelayanan. Seperti yang dikatakan oleh Zeithaml (1990) semua pelayanan itu dapat diukur dengan: keberwujudan atau tangibles, kehandalan atau relibility, tanggap atau responsiveness, adanya jaminan atau assurance dan sikap empaty atau kebaikan hati.
Perspektif Komunitas Sayangi Sesama yang selama ini melakukan pendampingan terhadap masyarakat kurang mampu dalam mengakses pelayanan yang diberikan negara hampir tak pernah memiliki kendala.
Tak sedikit orang yang terlayani dengan baik oleh Kantor Dukcapil misalnya, karena tak memiliki KTP. Atau Dinas Kesehatan misalnya, karena tak memiliki BPJS. Lebih-lebih di RSUD Badaruddin Tanjung, tak satupun dalam pendampingan tersebut ada yang terbantarkan untuk mendapatkan hak pelayanan kesehatan.
Tentu hal ini mengacu pada kejadian-kejadian empirik dan nyata. Kemarin saja misalnya, seorang ibu yang melahirkan dapat menjalani persalinan dengan mudah dan mendapatkan pelayanan sesuai standarnya.
Padahal ibu tersebut adalah seorang tak mampu. Dalam keadaan hamil tua hidupnya menumpang pada orang lain yang juga tidak memiliki pekerjaan tetap. Uang tak punya, BPJS tak ada. Suami sang ibu ada, tapi "tak ada". Parahnya lagi si Ibu bukanlah warga Tabalong, melainkan ber KTP Batola, tapi jelas dan tegas warga negara Indonesia. Hal memprihatinkan persalinannya pun bermasalah. Sejak muncul cairan tanda melahirkan, dua hari kemudian baru terjadi persalinan.
Kini sang Ibu dan bayinya selamat dan sehat. Dalam keadaan sangat sempit dan terbatas bagi warga tak mampu tersebut, dia masih terlayani oleh negara. Negara hadir kepada rakyatnya melalui tangan-tangan profesional dan memiliki hati.
Profesional saja tidak cukup. Karena inti dari segala kunci pelayanan adalah virtues, atau sikap dan kemuliaan hati. Jadi pelayanan itu soal kebaikan hati.
Kebaikan hati ini kemudian dibungkus oleh leadership atau kepemimpinan di mana penyedia pelayanan itu ada.
Leadership itu kemudian dibungkus oleh manajerial. Manajerial itu kemudian dibungkus oleh organisasinya. Dan bungkusan paling luar atau kulitnya adalah yang kita kenal dengan administrasi.
Jadi inti dari administrasi dan keberadaan organisasi publik adalah virtues, akhlak mulia, kebaikan hati dan cinta. Itu inti dari inti dari semua pelayanan publik. Tanpa itu profesionalisme adalah slogan semata. Tak memiliki ruh pelayanan yang sebanarnya.
Fakta-fakta empiris tersebut cukuplah bagi catatan Komunitas Sayangi Sesama atau KS2 untuk mengatakan bahwa RSUD Badaruddin Kasim kini bukan yang dulu lagi. Kami saksi nyata, bagaimana pelayanan yang diberikan telah mencapai inti pelayanan yang diminta oleh negara hadir untuk rakyatnya.
Kalaupun ada suara ketidakpuasan tentu menjadi hal yang lumrah. Karena tingkat kebutuhan dan keinginan masyarakat sebagai pengguna juga sedang bertumbuh dan berubah.
Suara demikian itu pun tak salah. Bagaimana mungkin kita menyalahkan suara rakyat, lah negara dan pemerintahan ini ada karena daulat rakyat. Bupati atau presiden sekalipun hanyalah orang yang tertitipi oleh mandat rakyat.
Tapi yang penting kemudian adalah bagaimana semua itu menjadi pemicu untuk terus berubah menjadi lebih baik dan berlomba di jalan kebaikan. Fastabiqul Khoirot!*
Uploder: Tim