Semoga pada di pagi yang cerah ini, kita senantiasa mendapatkan ampunan, kasih sayang, rezeki yang halal dan diberi kesehatan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Dalam suasana yang sejuk ini kita bangun pagi-pagi, memulai aktivitas sehari-hari dengan memuji Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kenikmatan pada malam harinya berupa tidur yang berkualitas, kemudian menundukkan jiwa dan raga kepada Allah melalui shalat sunnah dan shalat wajib subuh.
Setelah itu kita berharap memohon kepada Allah agar pada pagi hari ini diberikan kesehatan dan rezeki, mulailah sebagai manusia beraktivitas dengan pekerjaan kita masing-masing dan kemudian harapannya adalah mendapatkan rezeki dari pekerjaan tersebut.
Namun sesungguhnya jika kita pahami lebih jauh, suasana sejuk di pagi hari, kesehatan, ketenangan batin dan sebagainya adalah bentuk rezeki dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dianugerahkan untuk manusia.
Terkadang kita sebagai manusia memandang rezeki itu adalah berupa harta benda maupun makanan atau minuman yang kita konsumsi sehari-hari, pandangan ini tidak salah akan tetapi alangkah baiknya jika kita memandang rezeki itu dalam dimensi yang lebih luas, sehingga kita dapat senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan keluasan rezeki yang Allah berikan itu.
Misalkan pada hari itu dari usaha yang kita lakukan dengan berkeringat dan bersusah payah tidak mendapatkan apa-apa. Pergi ke pasar tidak ada yang laku dagangan kita, maka sebagian mungkin ada yang menganggap bahwa Allah tidak memberi rezeki pada hari itu, tetapi orang yang berpandangan luas akan memandang bahwa rezeki itu ternyata begitu banyak dan begitu besar, sehingga dengan tidak lakunya dagangan, kita dapat berprasangka baik kepada Allah , kemungkinan Allah Subhanu Wa Ta'ala akan memberikan yang lebih baik dari itu.
Pada suatu hari saya pernah berdagang di suatu tempat, tidak satupun dagangan dibeli orang, Padahal sudah bersusah payah pergi pagi-pagi dengan harapan dagangan laku, namun apa boleh buat ternyata satu pun tidak ada yang laku.
Kondisi seperti ini saya yakini juga dirasakan oleh teman-teman yang lainnya, peristiwa seperti ini tidak hanya satu kali namun pernah berkali-kali. Pada kondisi yang lain saya juga pernah melakoni usaha yang kemudian laku keras. Begitulah yang terjadi pada diri kita ketika melakukan kan suatu usaha dalam mengais rezeki yang halal.
Dalam kondisi seperti ini, ketika Allah memberikan rezeki yang sedikit menurut perhitungan manusia, ada saja orang yang beranggapan bahwa Allah sedang menyempitkan rezekinya dan menghinakannya yang membuatnya bersedih. Namun ketika Allah memberikan rizki yang berlimpah dengan suksesnya bisnis yang dilakoni, banyaknya harta yang dimiliki dan posisi jabatan yang membanggakan, manusia memandang bahwa Allah memberikan karunia yang besar dan kemuliaan.
Manusia menyikapi hal ini berbeda-beda, ada yang menyikapinya dengan semakin bersyukur yang kemudian mendorongnya untuk memaksimalkan amal saleh, baik dengan meningkatkan ketaatan maupun dengan memperbanyak infaq dan shadaqahnya, tetapi ada juga yang menyikapinya dengan berfoya-foya, menghambur-hamburkan harta dan menganggap bahwa banyaknya harta yang dimiliki itu adalah hasil jerih payahnya sendiri, sehingga melupakan dia kepada yang sebenarnya memberi harta itu yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sahabat sekalian, perlu kita pahami bahwa bentuk ujian itu tidak hanya berupa kesedihan, kekurangan harta dan musibah saja, akan tetapi keluasan rezeki kesehatan dan kesuksesan karir juga merupakan ujian, bahkan ujian seperti ini yang berat karena banyak manusia tidak menyadarinya sehingga kemudian menjadikannya lalai.
Marilah kita tengok firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran Surah Al-Fajr ayat 15-16:
“ Adapun manusia apabila Tuhan yang mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakan ku”. (QS. Al-Fajr: 15-16)
Kalau kita perhatikan kitab Tafsir Al-Jalalain, yang dinamakan ikrom atau kemuliaan menurut ayat ini adalah bukan dinilai dari kekayaan yang dimiliki, begitu sebaliknya kehinaan bukan dinilai dari kefakiran, akan tetapi kemuliaan itu dinilai dari ketaatan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya dan kehinaan itu dinilai dari kemaksiatan yang dilakukannya.
Sehingga menjadi jelas bagi kita sebagai seorang mukmin bagaimana harus bersikap ketika Allah memberikan rezeki, baik rezeki itu banyak maupun sedikit, karena sesungguhnya rezeki yang diberikan Allah kepada kita adalah sangat banyak dan kita tidak akan dapat menghitungnya.
Semoga tulisan singkat ini dapat kita ambil pelajarannya dan menjadikan kita lebih bersyukur dan lebih taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, aamiin.
Oleh: Muhamad Arsyad, S.Pd.I , M.A.P ( Ketua DPD Partai Gelora HSU )