Notification

×

Iklan

Iklan

Corona Bukan Sebab Kematian !

Wednesday, March 18, 2020 | 18 March WIB Last Updated 2020-03-18T13:12:52Z




Oleh: Kadarisman (Praktisi dan Konsultan PFH, SEFT Healing)

Corona menjadi berita sexi. Tentangnya ramai dibahas di manapun. Khabar Corona ini berkelindan memenuhi ruang dan waktu diskusi publik. Layaknya teror, ia menebar ancaman, hingga orang-orang berlomba cari selamat dengan beragam cara. Mulai dari hal-hal rasional, spiritual hingga pada yang tidak masuk akal. Mulai dari memborong masker, bahan sembako sampai imbauan mengganti salat Jumat dengan salat juhur saja.

Corona benar-benar memicu rasa ketakutan publik. Itu beralasan, karena memang sudah ada yang suspek, dirawat hingga mati.  Pemerintah melakukan kebijakan lockdown pada tempat dan kondisi tertentu. Di sektor private juga demikian. Corona sudah menjadi musuh bersama.

Kepanikan terjadi. Barang dan kebutuhan akan kehidupan beringsut naik. Banyak tempat penyedia masker memasang papan bertuliskan jika masker sedang kosong. Demikian juga hand sanitizer, kosong. Bawang harganya melesat, beras turut melompat, gula pasir ikutan terjungkit.

Ada mereka yang membeli barang-barang dalam jumlah tak wajar. Sebagiannya membeli dengan takaran kebutuhannya sendiri. Pada keadaan ini terdapat tiga golongan: pertama golongan yang punya kemampuan lebih membeli, lalu membeli lebih, dan kedua golongan yang ingin membeli lebih, tapi mampu hanya sebatas kebutuhan. Ketiga golongan yang mampu membeli lebih, tapi tak melakukannya.

Perilaku demikian selalu ditemukan di lingkungan sosial kita. Sebabnya beragam. Mulai dari rasa kepanikan, pengalaman, paradigma, pendidikan, hingga spitualisme. Namun yang berbahaya adalah   dorongan individualisme. Individualisme adalah sikap yang enggan berbagi. Prinsipnya apapun kebutuhan baginya kurang, jadi untuk apa berbagi pada orang.

Saat ini kenyataan kehidupan sosial kita adalah dihadapkan pada keadaan individualisme.  Masker dan hand sanitizer, kosong bukan karena tak tersedia tapi karena digunakan untuk kepentingan lain. Kepentingan mementingkan diri. Keadaan ini memicu pihak oportunis lainnya. Keadaan dimanfaatkan mengeruk keuntungan, menjual kebaikan dengan memanfaatkan penderitaan orang banyak.

Melawan Corona tak bisa dengan mementingkan dan keberpihakan yang terlalu kepada kepentingan pribadi. Negara melalui pemerintahannya mulai tingkat pusat hingga daerah mesti jangan ketinggalan kesempatan di garis start. Anggaran di semua level pemerintahan mesti sudah lebih dari sekadar disiapkan. Pengawasan distribusi kebutuhan penting warga negara mesti sudah diprediksi, termasuk memetakan parapihak spekulan dan para bandit yang hadir memanfaatkan keadaan.

Hal tersebut penting, agar rasa ketakutan publik atas ketersediaan pada yang dibutuhkan tidak melampaui takarannya. Kemampuan mengendalikan rasa ketakutan juga menjadi penting dalam nilai kesehatan dan mencegah wabah.

Kita mesti paham, bahwa ketakutan atas sesuatu yang mengancam adalah karunia Tuhan. Rasa takut itu sebagai alert alamiah yang menjadi fitrah manusia. Jika ketakutan itu berlangsung secara wajar, maka mekanisme tubuh manusia akan menghimpun imunitas tubuh dan bersiap diri dalam melakukan pembelaan. Dari keadaan itu, outputnya, manusia akan melakukan upaya preventif atau pencegahan tanpa merusak nilai kemausiaan yang dimilikinya.

Namun keadaan akan terjadi sebaliknya. Jika rasa ketakutan itu sudah tidak wajar, berlebihan, cari selamat sendiri, tak penting orang lain yang penting dirinya, maka rasa takut yang semula berfungsi sebagai pertahanan alamiah diri akan berubah destruktif terhadap mekanisme kerja jantung. Pada akhirnya imunitasnya menurun, emosionalitasnya kacau, maka inilah muara bencana dan bahaya yang mematikan, tempat bermukim virus-virus mematikan.

Prinsip penyakit itu hanya akan singgah lebih dulu pada orang yang takutnya sudah melebihi peruntukkannya. Tak jarang kemudian memengaruhi sisi emosional; buruk sangkanya sangat produktif dan individual. Di keadaan demikian, virusnya belum akan sampai tapi dia telah sakit lebih awal. Menderita padahal diapun belum lagi sakit. Orang tipe begini akan sakit sebelum penyakit itu sampai.

Menjadi tenang itu penting. Karena di balik ketenangan semesta akan akan bekerja. Kekisruhan keadaan mestinya diajak ke dalam ruang damai, supaya potensi ilahiyah di dalam diri dapat bekerja maksimal. Tak ada kemenangan dalam pihak yang menyimpan kekalutan.

Jadi, jika saat ini masih tersimpan stock masker di rumah, turunlah ke jalan-jalan dan mulailah peduli, bagikan untuk mereka yang tak kebagian. Jika punya stock berlimpah hand sanitizer, berikan pada tetangga, sanak famili dan siapapun jua yang mereka tak kebagian membeli barang itu. Jika sebelumnya telah pula berbagi informasi hoax dan tak benar, mulailah bijak berbagi yang tak jelas tingkat kesahihannya.

Ada rahasia Tuhan dibalik sikap kita memilih berbagi dengan ikhlas dan tulus, yaitu, Tuhan spontan kirimkan satu rasa yang bahagia dengan iringan meningkatnya hormon oksitosin, Dopamin, serotonin dan endorfin di dalam tubuh. Ketika hormon-hormon ini berproduksi secara baik, maka daya tahan tubuh akan meningkat dan itulah yang menjadi modal dasar tubuh melawan virus yang mematikan sekalipun.

Maka ingatlah kita pada  apa yang disampaikan oleh Tuhan:  "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri"

Corona bukanlah sebab kematian. Ketidakpedulian lah yang jadi wasilah kematian. Boleh jadi itu hanyalah sebuah pesan jika dewasa ini kita telah lalai menerapkan ajaran Tuhan dalam  nilai-nilai  kesalehan sosial dan prinsip  berbangsa dan bernegara. Jikapun kemudian kematian menimpa diri dalam keadaan seperti ini, maka sejatinya ini adalah jalan kerinduan, jalan pulang dalam keadaan sebagai sahid di jalan Nya.

Seperti ketika Malaikat Izrail diminta Tuhan untuk mencabut nyawa Musa AS. Maka kata Musa, "Sampaikan kepada Tuhanku, kekasih manakah yang tega mencabut nyawa kekasih Nya"

Maka Tuhan kemudian menyampaikan ke Muasa AS melalui Izrail, "Kekasih manakah yang tak ingin berjumpa dengan kekasihnya."

Karena itu, teruslah melakukan upaya preventif dengan memanfaafkan fitrah yang ada dalam diri tanpa melampaui peruntukkannya. Teruslah peduli dan berbagi sebagai sikap nyata dalam mencegah virus Corona yang sedang melanda. Inilah sikap yang bangsa ini butuhkan dalam keadaan seperti ini. *

×
Berita Terbaru Update