Oleh: Kadarisman
(Pemerhati Sosial Politik tinggal di Tabalong)
Kurang dari setahun, pilkada serentak 2020 digelar. Balangan salah satu daerah yang turut dalam pesta demokrasi itu. Masa persiapan menuju medan kontestasi ini tak bisa dibilang lama. Tidak sigap bersiap diri, hanya akan melewatkan kesempatan untuk menang.
Pada fase sekarang, hal penting tentu merampungkan langkah-langkah koalisi. Hal tak kalah penting adalah mencari figur pasangan yang wajib mampu memberikan kontribusi suara, bukan semata tajir. Akseptabilitas dan elektabilitasnya mesti dapat terukur. Terlalu lamban merampungkan dua hal ini, hanya akan membuat gap probabilitas keterpilihan paslon. Tetapi terlalu cepat mendeklarasikan pasangan hanya akan membuat lawan teramat mudah membaca untuk kemudian disikapi dalam keputusan yang menentukan.
Jumlah kursi di DPRD setempat telah terpetakan. Dominasi kursi hanya akan milik Golkar dan PPP bersama koalisinya. Kecil kemungkinan kemunculan calon lain selain dua partai besar itu. Dengan demikian, ditambah dengan calon independen, pilkada Balangan hanya akan diikuti tiga Paslon, dengan satu melalui jalur independen.
Diprediksi tiga paslon berebut peluang. Kalkulasi politik Golkar sebagai pemenang pemilu boleh jadi diuntungkan. Demikian juga PPP memiliki kans serupa besar. Hanya sayang, perkara hukum yang menyeruak di masa-masa pentingnya membangun citra diri bisa jadi jadi batu sandungan.
Keadaan-keadaan ini membuat PPP memiliki peluang melebarkan mitra koalisinya. Boleh jadi dominasi Golkar yang selama ini "menguluh" partai di even pilkada Kalsel kalah greget dengan PPP dalam pilkada Balangan
Kultur spiritual masyarakat Balangan memiliki pengaruh atas isu-isu hukum. Itu sebab isu hukum dapat menjadi hal yang memengaruhi pencapaian tujuan-tujuan yang sudah ditentukan oleh tiap diri Paslon.
Namun pun persoalan hukum di dalam isu kontestasi pilkada tak selamanya berhasil buruk. Ada beberapa daerah telah membuktikan, perkara hukum salah satu kontestan pilkada tak berpengaruh banyak atas keterpilihan. Namun pun demikian, hal ini tetaplah sebuah keadaan yang mesti disikapi dengan baik agar tidak menggerus suara pemilih.
Perkara hukum dalam pilkada pernah dibuktikan oleh Ahmad Hidayat Mus dan Syahri Mulyo. Diketahui sebagai calon gubernur Maluku Utara Hidayat Mus memperoleh suara terbanyak hasil rekapitulasi KPU meski telah berstatus tersangka. Begitu pula Syahri yang menjadi calon bupati Tulungagung, Jawa Timur.
Hal lain semangat primordialisme di banyak daerah selalu menjadi warna tersendiri yang dapat jadi jualan politik yang dapat memberikan pengaruh. Termasuk di Balangan adalah satu daerah yang tidak bisa melepaskan pemilihnya dari isu-isu primordialisme.
Pemahaman dan kesadaran hak politik warga negara di Balangan masuk ke dalam klasifikasi menengah ke bawah. Artinya hak pilih politik warganya tidak disandarkan kepada kesamaan narasi dan tuhuan-tujuan ideal. Keadaan ini kemudian tidak hanya menciptakan narasi-narasi yang bisa keluar dari substansi politik, tapi sekaligus menciptakan peluang money politic yang juga harus diantipasi paslon yang memiliki modal finansial yang pas-pasan.
Politik uang adalah persoalan kronis yang terjadi di banyak daerah dengan tingkat pemahaman politik yang rendah. Kondisi demikian merupakan ancaman besar yang membahayakan bagi daerah untuk menjadi daerah yang bertumbuh maju.
Kecurangan pilkada dengan strategi pembusukan politik uang serupa judul lagu dangdut "secawan madu" tetapi berisi racun. Pemimpin yang memberikan iming-iming politik uang seyogyanya wajib tidak untuk dipilih, karena sejatinya itu racun pembangunan di daerah.
Membawa pilihan pribadi hanya kepada Paslon yang menjunjung tinggi moralitas yang tinggi adalah langkah awal agar pemimpin kelak tidak tersandera oleh hutang-hutang politik. Ketika hal itu terjadi, pemimpin hanya akan konsen membayar hutang politik dan lupa untuk membangun. Pilkada hanya memberikan jalan buat pihak segelintir orang menumpuk banyak kepentingan tetapi abai pada kebutuhan rakyatnya.
Bagi paslon saat-saat ini penting membangun citra personal yang berbasis pada nilai-nilai yang hidup dalam falsafah di daerah sekaligus berbasis pada isu-isu ke daerahan.
Selalu ada tantangan dan peluang-peluang itu. Di mana lawan punya kekuatan, sejatinya di situ juga ada kelemahan. Asal dialirkan dengan falsafah budaya setempat, maka strategi politik dapat mengambil oportunity nya dengan elegan, smooth dan bermartabat. (*)