IPN - Pengguna medsos Facebook dan Instagram resah
akibat tidak bisa menggunakan kedua medsos tersebut karena down atau mengalami
gangguan diseluruh dunia sejak Rabu (13/03/2019) malam.
Warganet ramai-ramai merespon gangguan ini.
Tagar #facebookdown dan #instagramdown bahkan jadi trending topic di Twitter.
Para Pengguna Facebook tak bisa
mengunggah foto atau membuat status baru dan pengguna Instagram tak bisa
menggunggah gambar baru, membuka halaman profil, hingga tak bisa mengunggah
InstaStory.
Belum ada jawaban pasti penyebab gangguan dan
kelumpuhan Instagram dan Facebook.
Facebook dalam unggahannya
di Twitter hanya menuliskan pihaknya sedang berupaya menyelesaikan
masalah tersebut sesegera mungkin.
"Kami menyadari bahwa beberapa orang
saat ini mengalami masalah dalam mengakses kumpulan aplikasi Facebook.
Kami sedang berupaya menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin," cuit
akun Facebook pada unggahan Twitter.
"Kami fokus pada upaya untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin, tetapi dapat mengonfirmasi bahwa masalah tersebut tidak terkait dengan serangan DDoS," tulis Facebook.
Sebelumnya warganet memprediksi Facebook tengah diserang DDoS yakni penolakan layanan secara terdistribusi atau Distributed Denial of Service (DDos) adalah salah satu jenis serangan Denial of Service yang menggunakan banyak host penyerang.
Baik itu menggunakan komputer yang
didedikasikan untuk melakukan penyerangan atau komputer yang
"dipaksa" menjadi zombie untuk menyerang satu buah host target dalam
sebuah jaringan.
Dikutip dari Wikipedia, serangan Denial of Service klasik bersifat "satu lawan satu", sehingga dibutuhkan sebuah host yang kuat (baik itu dari kekuatan pemrosesan atau sistem operasinya) demi membanjiri lalu lintas host target sehingga mencegah klien yang valid untuk mengakses layanan jaringan pada server yang dijadikan target serangan.
Serangan DDoS ini menggunakan teknik yang
lebih canggih dibandingkan dengan serangan Denial of Service yang klasik, yakni
dengan meningkatkan serangan beberapa kali dengan menggunakan beberapa buah
komputer sekaligus, sehingga dapat mengakibatkan server atau
keseluruhan segmen jaringan dapat menjadi "tidak berguna sama sekali"
bagi klien.
Serangan DDoS pertama kali muncul pada tahun
1999, tiga tahun setelah serangan Denial of Service yang klasik muncul, dengan
menggunakan serangan SYN Flooding, yang mengakibatkan
beberapa server web di Internet mengalami "downtime".
Pada awal Februari 2000, sebuah serangan yang
besar dilakukan sehingga beberapa situs web terkenal seperti Amazon, CNN, eBay,
dan Yahoo! mengalami "downtime" selama beberapa jam.
Serangan yang lebih baru lagi pernah
dilancarkan pada bulan Oktober 2002 ketika 9 dari 13 root DNS Server diserang
dengan menggunakan DDoS yang sangat besar yang disebut dengan "Ping
Flood".
Pada puncak serangan, beberapa server tersebut pada tiap detiknya mendapatkan lebih dari 150.000 request paket Internet Control Message Protocol (ICMP).
Untungnya, karena serangan hanya dilakukan
selama setengah jam saja, lalu lintas Internet pun tidak terlalu terpengaruh
dengan serangan tersebut (setidaknya tidak semuanya mengalami kerusakan).
Tidak seperti akibatnya yang menjadi suatu kerumitan yang sangat tinggi (bagi para administrator jaringan dan server yang melakukan perbaikan server akibat dari serangan), teori dan praktik untuk melakukan serangan DDoS justru sederhana, yakni sebagai berikut:
Menjalankan tool (biasanya berupa program
(perangkat lunak) kecil) yang secara otomatis akan memindai jaringan untuk
menemukan host-host yang rentan (vulnerable) yang terkoneksi ke Internet.
Setelah host yang rentan ditemukan, tool
tersebut dapat menginstalasikan salah satu jenis dari Trojan Horse yang disebut
sebagai DDoS Trojan, yang akan mengakibatkan host tersebut menjadi zombie yang
dapat dikontrol secara jarak jauh (remote) oleh sebuah komputer master yang
digunakan oleh si penyerang asli untuk melancarkan serangan.
Beberapa tool (software) yang digunakan untuk melakukan serangan serperti ini
adalah TFN, TFN2K, Trinoo, dan Stacheldraht, yang dapat diunduh secara bebas di
Internet.
Ketika si penyerang merasa telah mendapatkan
jumlah host yang cukup (sebagai zombie) untuk melakukan penyerangan, penyerang
akan menggunakan komputer master untuk memberikan sinyal penyerangan terhadap
jaringan target atau host target.
Serangan ini umumnya dilakukan dengan menggunakan
beberapa bentuk SYN Flood atau skema serangan DoS yang sederhana, tetapi karena
dilakukan oleh banyak host zombie, maka jumlah lalu lintas jaringan yang
diciptakan oleh mereka adalah sangat besar, sehingga "memakan habis"
semua sumber daya Transmission Control Protocol.
Hampir semua platform komputer dapat dibajak
sebagai sebuah zombie untuk melakukan serangan seperti ini.
Sistem-sistem populer, semacam Solaris,
Linux, Microsoft Windows dan beberapa varian UNIX dapat menjadi zombie, jika
memang sistem tersebut atau aplikasi yang berjalan di atasnya memiliki
kelemahan yang dieksploitasi oleh penyerang.
Beberapa contoh Serangan DoS lainnya adalah:
Serangan Buffer Overflow, mengirimkan data
yang melebihi kapasitas sistem, misalnya paket ICMP yang berukuran sangat
besar.
Serangan SYN, mengirimkan data TCP SYN dengan alamat palsu.
Serangan Teardrop, mengirimkan paket IP
dengan nilai offsetyang membingungkan.
Serangan Smurf, mengirimkan paket ICMP
bervolume besar dengan alamat host lain.