IPN - Banjarmasin. H Supian Sauri alias Tinghui terdakwa dugaan
tindak pidana pencucian uang (TPPU) kembali menjalani sidang lanjutan pemeriksaan
di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin ,Kamis (03/01/2019).
Seperti diketahui , Tinghui kini dijerat dengan Pasal
3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman
maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Di dalam sidang , majelis hakim meminta terdakwa segera menyuguhkan data rinci atas puluhan
bukti transaksi bisnisnya terutama, perolehan uang miliaran rupiah untuk
memilah bagian yang legal dan ilegal.
Ketua
majelis hakim, Hj Rusmawati mengatakan
jika terdakwa tidak bisa memberikan pembuktian kuat atas aset dan sirkulasi keuangan
yang masuk dari usahanya maka diangap ilegal.
Hakim
ketua pun menanyakan kepada JPU maupun kuasa hukum terdakwa Ernawati, acuan
berkas yang diperiksa disidang hanya 14 rekening bank semata padahal faktanya
masih banyak yang lainnya.
Untuk
itu, hakim ketua meminta terdakwa membuktikan ketidakbenaran apa yang
dituduhkan jaksa penuntut umum (JPU), hingga didapat bukti yang valid atas
dugaan uang yang terhimpun di belasan rekening bank itu bukan berasal dari
hasil transaksi obat-obatan daftar G atau pil koplo.
Sementara
anggota majelis hakim, Yusuf Pranowo menanyakan adanya catatan dari
rekening uang masuk atas nama Abduh dengan jumlah Rp 500 juta sebagai
pembayaran utang.
“Nah
untuk poin ini, saudara harus bisa membuktikan dan menyakinkan kami dengan
surat perjanjian utang-piutang. Jika tidak, maka ini bisa disebut ilegal,”
tegas Yusuf Pranowo.
Anggota
majelis yang dikenal tegas ini menyebut secara perbuatan terdakwa sudah
mengakuinya. Namun tinggal masalah pembuktian atas rincian mana transaksi legal
dan ilegal.
Pada
sidang ini Tinghui memboyong satu boks
besar berisi berkas data transaksinya sejak 2008 kepada majelis hakim. Hanya
saja, Tinghui belum bisa menunjukkan berkas data transaksi miliknya.
Saat
sidang dibuka , JPU dari Kejati Kalsel Jauharul Fushus dan Fahrin Amril
menanyakan kepada terdakwa bahwa dalam berkas acara pidana (BAP) tercatat ada
keuntungan dari salah satu transaksi bisnis obat dan jamu terdakwa senilai Rp
100 juta lebih.
Terdakwa
pun membenarkan fakta itu. “Ya, tapi sebagian besar keuntungan itu, saya
bagikan kepada pihak-pihak dan warga HSU yang membutuhkan bantuan,” jawab
Tinghui.
Karena
berkas pembuktian kepemilikan dan transaksi milik H Supian Suari belum sesuai
permintaan majelis hakim, sidang ditutup dan dilanjutkan dua pekan mendatang.
Kasus
Tinghui ini mencuat sejak lima gudang dan satu apotek milik H Tinghui digerebek aparat gabungan BNN bersama jajaran Polres Hulu Sungai Utara, pada Kamis
(10/03/2016) silam. Adapun barang bukti yang
disita berisi 56 kardut berisi zenith itu ditaksir bernilai Rp 2,6 miliar.
Kemudian
empat kardus dextro yang dikemas dalam
dua box sebanyak 374.064 butir setara Rp senilai Rp 97.776.640 atau versi
lain menyebut Rp 752 juta , puluhan
kotak jamu dan oabt kuat serta alat bantu seks.
Konon Tinghui merupakan bandar besar zenith yang memiliki Toko Apotek
Ceria Sehat di Jalan Abdul Ghani, Kelurahan Paliwara, Kecamatan Amuntai Tengah
dimana setiap bulan menghasilkan uang mencapai Rp 1 miliar dari omzet penjualan
zenith dan sejenisnya.
Tinghui
yang tinggal di Jalan Rakha RT 01, Desa Pekapuran, Kecamatan Amuntai Utara,
Kabupaten HSU ini juga menyimpan uang mencapai Rp 15 miliar di beberapa bank milik
pemerintah.
Tercatat,
ada 24 rekening bank yang dimiliki Tinghui, dengan mengandalkan usaha terlarang
di apotek yang mengantongi izin sejak 2009 itu. Perhitungannya, bisnis itu
sudah dijalankan lebih dari 8 tahun.
Dalam
kasus itu, polisi sempat menjerat dengan Pasal 167 Undang-undang Kesehatan No
36 tahun 2009, terkait obat-obatan larang edar, hingga proses persidangan yang
sempat banding dimana hasilnya hanya vonis sekian bulan .