IPN – KPK. Dari
12 orang yang terciduk operasi tangkap
tangan (OTT) terkait dana hibah dari pemerintah kepada Komite Olahraga Nasional
Indonesia (KONI) melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada
Selasa kemarin, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Kelima tersangka
itu yakni Deputi IV Kemenpora Mulyana , Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenpora
Adhi Purnomo , staf Kemenpora Eko
Triyanto serta Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Jhonny E
Awuy.
Wakil Ketua KPK
Saut Situmorang dalam konferensi pers, mengatakan bahwa setelah dilakukan
pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan
tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait penyaluran bantuan
dari pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga kepada KONI tahun 2018
dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya.
“Sehingga KPK
meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan lima
orang tersangka,” tambah Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/12/2018)
malam.
Dipaparkan Saut,
dana hibah yang dialokasikan Kemenpora kepada KONI sebesar Rp 17,9 miliar. Di
tahap awal, KONI mengajukan proposal untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
Diduga, pengajuan dan penyaluran dana hibah itu hanya akal-akalan dan tidak
didasari kondisi yang sebenarnya.
Hal ini lantaran
sebelum proposal diajukan sudah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI
untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13% dari total dana hibah yang
disalurkan. "Yaitu sejumlah Rp 3,4
miliar," papar Saut.
Terkait dana
hibah tersebut, Adhi Purnomo, Eko Triyanto dan kawan-kawan diduga telah
menerima uang setidaknya sebesar Rp 318 juta dari pejabat KONI.
Sementara,
Mulyana diduga telah menerima kartu ATM yang di dalamnya berisi saldo Rp 100
juta terkait penyaluran dana hibah ini.
Tak hanya itu,
sebelumnya, Mulyana diduga telah menerima pemberian lainnya. Pada Juni 2018,
Mulyana menerima uang Rp 300 juta dari Jhonny dan satu unit smartphone
Galaxy Note 9 pada September 2018.
Bahkan, Mulyana
diduga telah menerima satu unit mobil Toyota Fortuner. "April 2018
menerima satu unit mobil Toyota Fortuner," jelas Saut.
Seperti diketahui
Mulyana, sebelumnya adalah akademisi di
Universitas Negeri Jakarta dengan menyandang Guru Besar di bidang Keolahragaan
dari kampus bergengsi tersebut.
Saut Situmorang
mengatakan hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak mengherankan. "Hal
tersebut memungkinkan karena ekosistemnya yang tidak baik. Padahal, selalu kita
sebut ada banyak orang yang punya niat baik di negeri ini," kata Saut
melihat fenomena tersebut.
Namun, dari
informasi yang didengar oleh tim KPK, Mulyana sesungguhnya sudah merasa muak
dengan situasi di Kemenpora dan ingin berjuang untuk menegakan integritasnya.
Sayang, yang terealisasi justru sebaliknya.
"Kami juga
heran kok belakangan malah seperti ini. Tapi, sebenarnya sudah ada keterbukaan
dari pihak Kemenpora. Bahkan, mereka ingin menjadikan peristiwa ini sebagai
sebuah momentum," tutur dia.
Atas tindak
pidana yang diduga dilakukannya, Mulyana yang ditetapkan sebagai tersangka
penerima suap dan gratifikasi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12
huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU
20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat
(1) ke-1 juncto
Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Adhi, Eko dan
kawan-kawan yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dijerat dengan
Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana
diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk Ending dan
Jhonny yang menyandang status tersangka pemberi suap disangkakan melanggar
Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999
sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pada kesempatan
ini Saut Situmorang juga menyampaikan
fakta mengejutkan bahwa sejumlah pegawai
KONI tidak menerima gaji selama lima bulan.
Meski begitu,
Saut enggan memberkan secara rinci apakah keterlambatan gaji selama 5 bulan
tersebut ada kaitannya dengan kasus korupsi yang telah disikat KPK saat ini.
Yang jelas, kata Saut, KPK sangat menyesalkan adanya tindak pidana korupsi yang
melibatkan pejabat di Kemenpora dan Pengurus KONI.
“Para pejabat
yang memiliki peran strategis untuk melakukan pembinaan dan peningkatan
prestasi para atlet demi mewujudkan prestasi olahraga nasional, justru
memanfaatkan kewenangannya untuk mengambil keuntungan dari dana operasioanal
KONI,” tandasnya.