IPN – Jakarta. KPK
menetapkan Bupati Jepara Ahmad Marzuqi dan hakim Pengadilan Negeri Semarang
Lasito sebagai tersangka. Marzuqi diduga memberikan suap sebesar Rp 700 juta
kepada Lasito. Pemberian uang itu diduga dilakukan agar Lasito mengabulkan
gugatan praperadilan yang tengah diajukan Marzuqi.
Marzuqi kini tercatat
sebagai kepala daerah ke-104 yang ditetapkan KPK sebagai tersangka sejak
berdiri pada tahun 2002 silam.
“Sejak proses
penyidikan pada 27 November 2018, KPK melakukan penggeledahan di sejumlah
lokasi pada Selasa sampai Rabu (4-5 Desember 2018),” kata Wakil Ketua KPK
Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (06/12/2018).
Enam lokasi itu
antara lain kantor Bupati Jepara, rumah dinas Bupati Jepara, rumah pribadi
bupati di Jepara, rumah hakim di Solo, kantor pengacara di Semarang, dan rumah
hakim di Semarang.
“Penggeledahan
berlangsung sejak pagi hingga siang hari. Dari lokasi tim menyita sejumlah
dokumen terkait proses pemohonan praperadilan,” ucap Basaria.
Lebih lanjut, ia
juga menyatakan bahwa penyidik KPK pada Rabu (05/12/2018) juga memeriksa
sejumlah pihak-pihak dari PN Semarang dan pihak Pemkab Jepara di Semarang yang
diduga mengetahui proses permohonan praperadilan.
“Pemeriksaan
dilakukan di kantor Ditkrimsus Polda Jawa Tengah,” kata Basaria.
Catatan kelam itu
tak hanya menjadi milik Marzuqi, Lasito yang berasal dari unsur peradilan
tercatat sebagai hakim ke-21 yang ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Wakil Ketua
Basaria Panjaitan pun menyayangkan masih terjadinya kasus korupsi ataupun suap
yang melibatkan aparat penegak hukum dalam hal ini hakim. Hal itu menurutnya
selain dapat meruntuhkan martabat rekan seprofesinya, juga dapat berpengaruh
pada marwah lembaga kehakiman itu sendiri.
"Hal ini
kami pandang dapat semakin meruntuhkan wibawa institusi peradilan di Indonesia
sekaligus ketidakpercayaan pada kepala daerah yang diduga memberikan suap dalam
kasus ini," ujar Basaria di kantornya, Kamis (6/12).
Atas kejadian itu, KPK pun berharap kepada Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tinggi di Indonesia untuk tetap laksanakan proses pencegahan di internalnya. "KPK mengharapkan Mahkamah Agung (MA) tetap dan tidak berhenti melakukan upaya pencegahan di lingkungan peradilan," ujarnya.
Atas kejadian itu, KPK pun berharap kepada Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tinggi di Indonesia untuk tetap laksanakan proses pencegahan di internalnya. "KPK mengharapkan Mahkamah Agung (MA) tetap dan tidak berhenti melakukan upaya pencegahan di lingkungan peradilan," ujarnya.
Untuk memastikan
hal itu tak terulang, Basaria menyebut KPK pun telah menyiapkan sejumlah
rekomendasi kepada MA terkait manajemen penanganan perkara. Hal itu meliputi
sejumlah hal seperti pola penunjukkan majelis hakim, komunikasi dengan pihak
eksternal, sistem informasi pengadilan, pola pengawasan di pengadilan, hingga
beban kerja panitera dan hakim.
"Rekomendasi
itu lahir dari proses kajian dan koordinasi dengan pihak Badan Pengawas
Mahkamah Agung," kata Basaria.