IPN
– CPNS 2018. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri PANRB No. 61/2018
sebagai solusi minimnya kelulusan peserta Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS
2018 dan untuk menjaga kualitas CPNS serta pengisian formasi.
Kebijakan
tentang Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan/Formasi PNS dalam Seleksi CPNS tahun
2018 tersebut telah ditandatangani oleh Menteri PANRB Syafruddin pada 19
November 2018 setelah melalui pembahasan yang panjang.
Regulasi
ini juga diharapkan menjadi solusi terhadap keterbatasan jumlah kelulusan
peserta SKD CPNS serta terjadinya disparitas hasil kelulusan antar wilayah yang
berpotensi tidak terpenuhinya formasi yang telah ditetapkan.
Deputi
Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) Kementerian PANRB Setiawan
Wangsaatmaja menegaskan bahwa kebijakan dalam Peraturan Menteri PANRB 61/2018
ini tidak merubah atau membatalkan kebijakan sebelumnya yang tertuang dalam
Peraturan Menteri PANRB No. 37/2018 tentang Nilai Ambang Batas Seleksi
Kompetensi Dasar Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018.
Dalam
peraturan itu, metode yang diterapkan untuk pengisian formasi yang masih kosong
dengan kombinasi antara sistem ranking untuk memilih tiga terbaik di setiap
formasi yang kosong, serta adanya nilai minimum kumulatif sebesar 255 yang
harus dipenuhinya agar peserta tetap berkualitas.
Sistem
perankingan dengan nilai kumulatif minimum ini hanya berlaku untuk mengisi
formasi yang kosong. Oleh karena itu, peserta yang telah lolos passing grade awal dipastikan tidak
dirugikan.
Seperti
diberitakan sebelumnya, tingkat kelulusan SKD CPNS tahun 2018 ini kurang dari
10 persen. Selain itu, banyak formasi kosong lantaran pesertanya tidak ada yang
memenuhi passing grade. Kalau kondisi itu
dibiarkan, dikhawatirkan banyak formasi yang sudah ditetapkan tidak terisi.
Tanpa
mengurangi kualitas CPNS yang direkrut, alokasi penetapan formasi CPNS tahun
2018 ini perlu dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan PNS sehingga tidak
mengganggu pelayanan publik.
Kebijakan
itu tak lepas dari kenyataan bahwa banyak peserta SKD yang nilai kumulatifnya
cukup tinggi, meskipun ada salah satu kelompok soal yang tidak memenuhi ambang
batas kelulusan sesuai ketentuan Peraturan Menteri PANRB No. 37/2018.
Apabila
terdapat peserta yang nilai kumulatif SKD-nya sama, penentuan didasarkan secara
berurutan mulai dari nilai Tes Karakteristik Pribadi (TKP), Tes Intelegensia
Umum (TIU), dan Tes Wawasan kebangsaan (TWK). “Tetapi kalau yang nilainya sama
lebih dari tiga kali alokasi formasi, maka semua akan diikutsertakan mengikuti
SKB,” ungkap Setiawan.
Untuk
kelompok pelamar umum, nilai kumulatif SKD minimal yang diperkenankan mengikuti
SKB adalah 255. Ketentuan ini termasuk di dalamnya untuk jabatan dokter
spesialis, instruktur penerbang, petugas ukur, rescuer,
ABK, pengamat gunung api, penjaga mercusuar, pelatih/pawang hewan, penjaga
tahanan, serta formasi untuk lulusan terbaik (cumlaude).
Sedangkan untuk formasi penyandang disabilitas, putra/putri Papua/Papua Barat,
tenaga guru, tenaga medis/paramedis dari eks tenaga honorer K-II, nilai
kumulatif SKD paling rendah 220.
Peraturan
Menteri PANRB tersebut juga mengatur tata cara pengisian formasi yang belum
terpenuhi setelah dilakukan integrasi nilai SKD dan SKB. Seperti diatur dalam
Peraturan Menteri PANRB No. 36/2018, SKD memiliki bobot 40 persen, sedangkan
bobot SKB 60 persen.